Laporan Koasistensi Bakteriologi Kasus Salmonellosis pada Anjing

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang

Salmonellosis merupakan penyakit menular yang menyerang hewan dan manusia. Salmonellosis disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Infeksi bakteri Salmonella menimbulkan berbagai manifestasi penyakit pada hewan dan manusia. Salmonellosis bersifat zoonotik serta menimbulkan gastroenteritis dan demam enterik pada manusia.

Frekuensi kejadian salmonellosis pada anjing jarang ditemukan. Salmonellosis pada anjing biasanya tanpa disertai dengan gejala dan hewan menjadi carrier. Pada anak anjing biasanya infeksi ini menyebabkan enteritis.

Pemberian pengobatan yang tepat pada kasus salmonellosis perlu ditunjang dengan diagnosis yang tepat. Metode diagnosa yang dapat dilakukan adalah diagnosa tentatif dan diagnosa definitif untuk mengetahui agen penyebabnya melalui konfirmasi laboratorium. Salah satu uji laboratorium yang dapat digunakan adalah dengan mengisolasi agen penyebabnya melalui kultur bakteri dan diikuti pengujian biokimia untuk mengidentifikasi agen patogennya. Berdasarkan uraian diatas maka keterampilan untuk melakukan kultur bakteri dan berbagai pengujiannya perlu dimiliki. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar mampu mengisolasi, mengkultur dan mengidentifikasi bakteri melalui berbagi uji yang dilakukan berdasarkan kasus salmonellosis pada hewan yang ditemukan.

1.2.    Tujuan

Praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar mampu mengisolasi, mengkultur dan mengidentifikasi bakteri melalui berbagi uji yang dilakukan berdasarkan kasus salmonellosis pada hewan yang ditemukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Etiologi

Salmonellosis pada anjing disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella sp. Bakteri Salmonella yang berhasil diisolasi dari anjing adalah S. enteritidis, S. anatum dan S. typhimurium (Morse et al., 1975).

Bakteri Salmonella merupakan anggota famili enterobactericeae dan merupakan patogen penting pada hewan dan manusia. Salmonella sp. merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerob, dan berbentuk batang dengan ukuran 0.5-1.5 µm dan memiliki flagel peritrik. Mayoritas bakteri Salmonella sp. memfermentasi laktosa, menghasilkan gas H2S, oksidase negatif, dan katalase positif. Salmonella sp. dapat tumbuh pada sitrat (Carter dan Quinn, 2000).

2.2.    Epidemiologi

Berbagai bakteri Salmonella sp. berhasil diisolasi dari anjing. S. enteritidis dan S. typhimurium merupakan bakteri yang umum dapat ditemukan pada anjing, sedangkan S. anatum dapat ditemukan pada anjing di Amerika. Bakteri Salmonella sp. dapat diisolasi dari feses dan lingkungan yang terkontaminasi feses. Oleh karena itu, rute infeksi bakteri ini melalui fecal-oral. Anjing dapat terinfeksi bakteri ini akibat beberapa faktor seperti tingkah laku makan anjing yang memakan bangkai, daging segar, hewan liar serta karena kebiasaan anjing untuk berburu dan coprophagia (Carter dan Quinn, 2000).  

Salmonella sp. yang diingesti masuk dan menimbulkan penyakit dengan derajat keparahan yang bervariasi sesuai dengan serovar, spesifisitas dan kondisi host. Anjing muda lebih rentan terinfeksi karena belum berkembangnya flora normal usus dengan baik dan sistem imun yang belum mampu melawan infeksi yang terjadi (Carter dan Quinn, 2000).

2.3.    Pengenalan penyakit

2.3.1.   Gejala klinis

Mayoritas Salmonella sp. yang menginfeksi anjing bersifat asimptomatik. Sindrom yang sering muncul adalah enterokolitis akut, septisemik dan endotoksemia. Beberapa sindrom lain yang jarang terjadi adalah konjungtivitis, infeksi uterus dan abortus.

Enterokolitis akut terjadi dalam waktu 3-5 hari dan pada infeksi ini invasi bakteri terjadi pada mukosa. Manifestasi klinis yang muncul adalah diare cair atau mukoid, diare berdarah bila kondisinya semakin parah, muntah dan demam (40-41oC), anoreksia, letargi, sakit abdomen dan dehidrasi. Hewan dapat sembuh dalam waktu 3-4 minggu, namun hewan carrier dapat bertahan. Enterokolitis dapat berlanjut dan menyebabkan septisemik dan endotoksemia yang menyebabkan shock dan diseminasi koagulasi intravaskuler (DIC). Manifestasi lainnya adalah supresi sistem respirasi, meningocephalitis dan gejala syaraf (Carter dan Quinn, 2000).

2.3.2.    Patologi

Lesi patologi yang muncul pada intestinal adalah adanya bercak darah yang ditemukan pada distal illeum, kolon dan sekum. Lesi histopatologi yang muncul yaitu atrofi villi, erosi mukosa, infiltrasi neutrofil dan makrofag ke lamina propria (Carter dan Quinn, 2000).

Hewan yang mati menunjukkan membran mukosa yang pucat, dan adanya nekrosis fokal dengan ukuran yang kecil pada organ parenkimatosa. Selain itu, ditemukan hemoragi pteki dan ecchymose pada semua organ dan terjadi thrombosis(Carter dan Quinn, 2000).

2.3.3.   Diagnosa

Diagnosa definitif salmonellosis memerlukan isolasi organisme dari jaringan terinfeksi, darah, cairan serebral dan spinal, dan feses, fetus abortus dan plasenta. Setelah bakteri diisolasi, bakteri diinokulasi ke media selektif seperti xylose lysine deoxycholate (XLD), brilliant green agar, atau media salmonella shigella agar. Selain itu, media juga dapat diinokulasikan pada media broth diiperkaya seperti selenith F, rappaprt broth dan tetrathionate. Media tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 2-3 hari. Identifikasi bakteri ini melalui penampakan koloni yang muncul pada media. Serovar dapat ditentukan dengan menggunakan uji triple sugar iron agar (TSIA) dan lysine decarboxylase broth yang diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18 jam. Selain itu dapat juga ditentukan melalui metode aglutinasi yang terjual secara kormesial. Metode lainnya yang penting adalah pengujian biokimia.

Menurut Bell dan Kyriakides (2002), menyatakan bahwa koloni-koloni Salmonella yang khas (typical) adalah sebagai berikut:

a)    Media agar darah

Pada agar darah koloni Salmonella gallinarum dan pullorum terlihat halus, translusen dan koloni berukuran 1-2 mm. Salmonellatyphii dan S. paratyphii biasanya koloni nampak putih, halus dan non hemolitik. Secara umum koloni Salmonella sp. pada agar darah nampak mengkilap dan berwarna keabu-abuan dengan diameter 2-4 mm.

b)    Bismuth Sulfite Agar

Bismuth sulfite agar merupakan media yang sangat selektif untuk mengisolasi Salmonella sp. Ferro sulfat yang terkandung dalam Bismuth sulfite agar berperan sebagai indikator untuk produksi H2S yang akan terbentuk karena Salmonella sp. bereaksi dengan garam besi dan menghasilkan H2S. Adanya Ferro Sulfite dalam media akan diubah menjadi H2S yang berperanan mengendapkan besi, sehingga koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam, dengan kilap logam, dan sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat tampak seperti mata kelinci.

c)    Salmonella Shigella Agar (SSA)

SSA merupakan media selektif differensial yang membedakan bakteri Salmonella sp. dan Shigella sp. Bakteri Salmonella tidak memfermentasi laktosa tapi memproduksi gas H2S, sehingga koloni yang muncul tidak berwarna serta pada bagian sentral koloni terdapat warna hitam.

d)    Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Bakteri Salmonella pada uji TSIA menunjukkan reaksi positif yaitu warna media berubah dari merah menjadi kuning, merah dengan hitam atau tanpa hitam sesuai dengan produksi H2S.Warna merah terjadi karena Salmonella dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam media, sehingga jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai sumber energi yang terjadi di permukaan agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa (merah). Terbentuknya H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi sehingga menghasilkan warna hitam (Tantri, 2016).

e)    SIM

Bakteri Salmonella memberikan reaksi negatif pada uji Indol ditandai dengan tidak terbentuknya cincin merah. Bakteri ini bersifat motil dan menghasilkan H2S sehingga media akan berwarna hitam (Tantri, 2016).

f)    Katalase

Bakteri ini memberikan reksi positif pada uji katalase yang ditunjukan dengan terbentuknya busa (Tantri, 2016).

g)    Oksidase

Bakteri ini menghasilkan reaksi oksidase ditunjukkan dengan tidak terbentuknya warna pada strip (Tantri, 2016).

BAB III

METODOLOGI

3.1.    Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan, dan dilaksanakan pada tanggal 14–17 Oktober 2019.

3.2.    Materi

3.2.1.    Alat

        Autoklaf, Mikroskop, Jarum oseCawan petri, Bunsen, Kapas, Pipet tetes, Microwave, Gelas beaker, Gelas piala, Cover glass, Kertas saring, Pinset, Objek glass, Gunting, Rak tabung, Pensil, Kertas label

3.1.1.    Bahan 

           NaCl fisiologis, Transport swab container, Sampel bakteri, Zat pewarna gram bakteri (Kristal violet, lugol, safranin), Minyak emersi, Darah domba, KOH 3%, H2O2, Media agar Blood agar base, BSA, SIM, TSIA  dan SSA, Tisu, Kapas, Alkohol 95%, Aquades, Kertas strip oksidase, Reagen kovac’s

3.3.    Metode

    3.1.1.    Koleksi sampel

         Koleksi sampel dilakukan melalui swab pada rektum anjing yang sakit. Setelah itu dituangkan NaCl ke dalam Container swab untuk ditransportasikan.

    3.1.2.    Pembuatan media kultur

        1)    Pembuatan media agar darah

    1. Memasukkan aquades kedalam botol steril sebanyak 60 ml
    2. Menimbang media sebanyak 2,2 gram dan menghomogenkannya
    3. Memanaskan larutan dalam microwave selama 1 menit
    4. Memanaskan dan mensterilkan media didalam autoklaf selama 15-20 menit dengan suhu 121oC
    5. Media yang telah dingin kemudian menambahkan darah domba segar dan dihomogenkan
    6. Menuangkan media pada cawan petri dengan prosedur yang aseptis dan dibiarkan memadat
    7. Media diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.

2)    Pembuatan media SSA

    1. Memasukkan aquades ke dalam botol steril sebanyak 40 ml
    2. Menimbang media sebanyak 2,5 gram dan menghomogenkannya
    3. Memanaskan larutan dalam microwave selama 1 menit
    4. Media dibiarkan dingin dan dituang ke dalam cawan petri secara aseptis dan dibiarkan sampai memadat
    5. Media diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.

3)    Pembuatan media BSA

    1. Memasukkan aquades kedalam botol steril sebanyak 40 ml
    2. Menimbang media sebanyak 2,1 gram dan menghomogenkannya
    3. Memanaskan larutan dalam microwave selama 1 menit
    4. Media dibiarkan dingin dan dituang ke dalam cawan petri secara aseptis dan dibiarkan sampai memadat
    5. Media diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.

3.1.3.    Metode kultur bakteri

    1. Mensterilkan tempat yang akan digunakan dengan alkohol
    2. Melakukan streak pada media agar langsung dengan cotton swab (agar darah), dengan ose steril dari koloni yang tumbuh pada agar darah (media SSA dan BSA) sebanyak 4 kuadran pada seluruh media yang telah dibuat.
    3. Prosedur kultur bakteri dilakukan secara aseptis untuk mengindari kontaminasi.
    4. Media kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

3.1.4.    Pengujian gram bakteri

    1)    Pewarnaan gram

    1. Mengambil dan meneteskan aquades sebanyak 2 tetes pada gelas obyek dengan ose steril
    2. Mengambil koloni pada media biakkan dan menghomogenkannya
    3. Setelah homogen gelas obyek difiksasi pada krista
    4. Meneteskan zat warna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit kemudian dicuci menggunakan aquades
    5. Meneteskan lugol dan dibiarkan selama 2 menit kemudian dicuci menggunakan aquades
    6. Setelah itu dilakukan pembilasan dengan aseton alkohol hingga bersih dan dilanjutkan dengan pembilasan dengan aquades
    7. Meneteskan safranin dan dibiarkan selama 30 detik kemudian dicuci menggunakan aquades
    8. Meneteskan minyak emersi, lalu diamati dibawah mikroskop.

2)    Uji KOH 3%

    1. Meneteskan KOH 3% pada gelas obyek
    2. Mengambil koloni bakteri dengan ose dan dihomogenkan
    3. KOH 3% yang telah dicampur koloni bakteri diangkat menggunakan ose untuk melihat ada tidaknya bentukan seperti benang yang tertarik.

3.1.5.    Pengujian Biokimia

1)    TSI Agar

    1. Menimbang media TSIA sebanyak 0,3 gram dan dimasukan ke dalam botol media steril
    2. Menambahkan 5 ml aquades dan dihomogenkan
    3. Larutan dipanaskan dalam microwave selama 1 menit
    4. Memanaskan dan mensterilkan media dalam autoklaf selama ± 15-20 menit dengan suhu 121°
    5. Setelah dipanaskan, media didinginkan sampai ± 45oC dan dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml
    6. Media dibiarkan memadat dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 °C
    7. Setelah media diinkubasi dilakukan streaking bakteri dengan prosedur yang aseptis, setelah itu diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.
        2)    Media SIM
    1. Menimbang media sebanyak 0,3 gram dan dimasukan ke dalam botol media steril
    2. Menambahkan aquades sebanyak 10 ml dan dihomogenkan
    3. Memanaskan media dalam microwave selama 50 detik
    4. Memanaskan dan mensterilkan media dalam autoclave selama ± 15-20 menit dengan suhu 121°C
    5. Setelah dipanaskan, media didinginkan sampai ± 45oC dan dituang ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml
    6. Media dibiarkan memadat dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 °C
    7. Setelah media diinkubasi dilakukan streaking bakteri dengan prosedur yang aseptis, setelah itu diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.
    8. Setelah itu, dilaanjutkan dengan uji indol dengan menggunakan reagen kovac’s.
        3)      Uji katalase
    1. Meneteskan larutan H2O2 pada gelas obyek
    2. Mengambil biakkan bakteri dengan ose dan dihomogenkan untuk dilihat reaksi yang ada
    3. Prosedur dilakukan secara aseptis
        4)    Uji oksidase
    1. Mengambil biakkan bateri dengan ose
    2. Mereaksikan bakteri tersebut dengan kertas strip uji oksidase
    3. Prosedur dilakukan secara aseptis.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.    Laporan kasus

4.1.1.    Sinyalemen dan Anamnesis

Seekor anjing betina bernama Loly berumur 2 bulan dengan warna rambut cokelat memiliki keluhan lemas, nafsu makan dan minum menurun serta saat defekasi feses disertasi bercak darah (Gambar 1). Berdasarkan keterangan pemilik anjing sebelumnya belum pernah divaksin dan pernah mengalami sakit kulit dan telah sembuh.Anjing biasanya diberi makanan sisa (nasi dan ikan) dan hidup bebas bersama populasi anjing lainnya.

Gambar 1.Tampilan fisik Loly (A), feses disertai bercak darah (B).

4.1.2.    Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan mengoleksi sampel dari anjing. Sampel diambil dengan melakukan swab pada rektum anjing. Hasil swab kemudian dibawa ke laboratorium mikrobiologi untuk dilakukan kultur bakteri. Media yang digunakan untuk kultur bakteri diantaranya media agar darah, SSA, dan BSA. Selanjutnya, dilakukan juga pemeriksaan gram dengan pewarna gram dan KOH 3%.Selain dengan media kultur, pengujian biokimia juga dilakukan dengan melakukan uji oksidase, katalase, uji indol, serta uji motilitas.

Kultur bakteri dengan menggunakan media SSA dan BSA menunjukkan koloni yang tumbuh merupakan koloni Salmonella sp. Pada media SSA koloni bakteri yang tumbuh berwarna hitam, sedangkan pada media BSA koloni yang tumbuh berwarna cokelat dengan warna hitam di bagian tengah koloni (Gambar 2A dan 2B).

Hasil uji gram dengan KOH 3% dan pewarna gram menunjukkan bakteri merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang (Gambar 3 A dan B). Hasil pengujian dengan media TSIA menunjukkan bahwa bakteri menunjukkan bahwa bakteri memfermentasi glukosa dan menghasilkan gas H2S, sementara hasil pengujian biokimia lainnya dapat dilihat pada tabel 1.

Gambar 2.  Koloni Salmonella sp. pada media SSA (A) dan media BSA yang menunjukkan adanya warna hitam pada tengah koloni (B).

Gambar 3.  Pengujian gram.Pengujian gram dengan KOH 3% menunjukkan adanya benang yang menjadi penanda bakteri tersebut bergram negatif (A).pewarnaa gram menunjukkan bakteri bergram negatif berbentuk batang (B).

 Tabel 1. Hasil pengujian biokimia

Jenis Pengujian

Hasil Pengujian

Keterangan

TSIA


 

 

Slant berwarna merah menunjukkan bahwa bakteri hanya memfermentasi glukosa dan menghasilkan gas H2S.


SIM

 


 

Motilitas (+) dan indol negatif. Warna hitam menunjukkan adanya gas H2S.


Katalase

 


 

Katalase positif ditunjukkan dengan adanya gelembung gas.


Oksidase

 


Reaksi negatif dengan tidak adanya perubahan warna pada kertas strip


4.1.    Pembahasan

Berdasarkan gejalanya, ditemukan adanya feses yang disertai bercak darah. Menurut keterangan pemilik, anjing belum pernah divaksin.Carter dan Quinn (2000), menyatakan bahwa salah satu gejala yang ditunjukkan oleh hewan terinfeksi Salmonella sp. adalah adanya darah pada feses. Feses berdarah pada anjing dapat juga diakibatkan oleh adanya infestasi cacing dan infeksi virus. Untuk dapat mengetahui kausa penyakit maka dilakukan swab pada rektum dan dilakukan kultur bakteri serta pengujian biokimia bakteri.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, menunjukkan adanya bakteri Salmonella sp. pada media biakan agar darah, BSA, dan SSA. Hasil pewarnaan gram menunjukkan bakteri bergram negatif dan berbentuk batang. Hasil pengujian biokimia juga mendukung hasil identifikasi bakteri dimana, bakteri yang diambil memiliki karakteristik biokimia fermentasi glukosa, katalase positif, oksidase negatif, motilitas positif dan uji indol negatif, serta memproduksi gas H2S. Hasil yang didapatkan sesuai dengan karakteristik Salmonella sp. yaitu bergram negatif dan berbentuk batang, katalase positif, oksidase negatif, fermentasi glukosa, motilitas ( +/-),indol negatif dan memproduksi gas H2S (Carter dan Quinn, 2000).

Berdasarkan uraian klinis dan uji laboratorik yang telah dilakukan, dapat didiagnosa bahwa anjing menderita salmonellosis. Salmonellosis pada anjing dapat terjadi akibat kebiasaan anjing yang memakan hewan mentah atau makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh Salmonella sp. Salmonellosis pada anjing dapat terjadi tanpa menunjukkan gejala klinis dan bakteri tetap berada pada saluran gastro intestinal. Bakteri akan bersama dengan flora usus, namun akan memunculkan gejala bila sistem imun menurun atau adanya infeksi tambahan dari agen patogen lainnya. Salmonellosis juga rentan terjadi pada anjing muda, karena belum berkembangnya flora normal usus dengan baik dan sistem imun yang belum mampu melawan infeksi yang terjadi (Carter dan Quinn, 2000).

BAB IV

PENUTUP

5.1.    Kesimpulan

Anjing lokal dengan nama Loly menunjukkan gejala lemas, nafsu makan dan minum menurun, serta feses disertai bercak darah didagnosa menderita salmonellosis. Hal ini karena hasil kultur bakteri menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri Salmonella sp.


DAFTAR PUSTAKA

Bell, C., dan A. Kyriakides. 2002. Salmonella: A Practical Approach to the Organism and Its Control in Foods. Blackell Publishing Ltd. London.

Carter ME dan Quinn PJ. 2000. Salmonella Infections on Dogs and Cats. CAB International: Ireland.

Morse EV, Duncan MA, Estep DA, Riggs WA, Blackburn WO. 1976.  Canine Salmonellosis: A review and Report of Dog to Child Transmission of Salmonella Enteritidis. AJPH.66 (1).

Tantri, B.U.N. 2016.Identifikasi Bakteri Escherichia coli, Salmonella sp. dan Shigella sp. pada Air Sumur di Wilayah Pembuangan Limbah Tahu dan Limbah Ikan Kota Bandar Lampung.Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Laporan Koasistensi Bakteriologi Kasus Salmonellosis pada Anjing"

Posting Komentar