Laporan Kasus Mandiri Koasistensi Virologi Uji Diagnosa Hog Cholera pada Babi

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha peternakan babi merupakan bagian kebudayaan dalam kehidupan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia misalnya Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumatra Utara dan Papua. Secara tradisional ternak babi memiliki peran penting di dalam kegiatan keagamaan, adat dan sosial. Ternak babi juga merupakan sumber protein utama bagi konsumsi domestik dan komponen usaha rumah tangga yang penting sebagai sumber penghasilan. Di NTT, kepala keluarga yang memelihara ternak babi mencapai 85% (Johns et al., 2010), sebagian besar untuk keperluan adat dan diperdagangkan untuk memenuhi konsumsi lokal penduduk. Mempertimbangkan besarnya peranan babi bagi masyarakat, maka kesehatan ternak babi harus tetap dijaga dari serangan penyakit baik yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun parasit. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus pada babi adalah kolera babi (hog cholera).

Hog Cholera (HC) merupakan penyakit viral sangat menular pada babi disebabkan oleh Pestivirus dari Famili Flaviviridae, menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat nyata bagi peternak babi. Keganasan penyakit tergantung pada umur babi dan tingkat kekebalan kelompok babi. Kasus akut disebabkan oleh virus HC yang ganas, menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi sehingga dengan mudah didiagnosa, sedangkan infeksi yang disebabkan oleh virus HC yang kurang ganas gejala klinisnya tidak jelas (Supartika et al., 2015).

Hog cholera masih merupakan ancaman bagi kelangsungan produksi ternak babi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Paling kurang 10,000 ekor ternak babi mati karena Hog Cholera pada tahun 2017. Wabah ini memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi peternak dan pemerintah daerah. Hal ini mendorong pemerintah menetapkan penyakit hog cholera sebagai salah satu penyakit strategis yang mendapat prioritas dalam pemberantasanya dalam Peraturan Dirjen Peternakan No. 59/Kpts/PD610/05/2007 (Wera et al., 2018).

Penyakit Hog cholera tersebar hampir di seluruh kabupaten dan kecamatan di NTT (Disnak NTT, 2008). Pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit CSF adalah vaksinasi dan stamping out (Subronto, 2003 dalam Ratundima et al., 2012). Vaksinasi dilakukan untuk mengurangi jumlah wabah pada daerah yang enzootik terhadap CSF dan vaksinasi dilarang pada daerah yang bebas dari penyakit CSF. Efektivitas vaksinasi itu perlu dikaji dan dievaluasi melalui pemeriksaan titer antibodi dari babi yang telah divaksin. Pengambilan serum juga dilakukan pada babi yang tidak divaksin untuk mengetahui adanya infeksi alam. Pemeriksaan titer antibodi dilakukan dengan teknik ELISA (Fenner et al., 1993).

 

1.2  Tujuan 

1.2.1 Mencari kasus dan dilakukan pengujian di laboratorium UPT Dinas Peternakan Kota Kupang

1.2.2 Mempelajari metode pengujian ELISA dan memahami interpretasi hasil pengujian

1.3 Manfaat

Mempertajam dan mengasah kemampuan dalam memahami akan penyakit Hog Cholera dan mengetahui teknik diagnosa ELISA dalam upaya penanganannya.

BAB II

MATERI DAN METODE

2.1 Waktu Pengujian

·         Hari/tgl            : Selasa, 25 Oktober 2019

·         Tempat            : Laboratorium UPT Dinas Peternakan kota Kupang

·         Waktu             : - 

2.2  MATERI

2.2.1 Alat

Komputer,  Elisa reader, Printer, eppendorf (1,5 ml), Plate mikrotiter, Multichanel pipet, Monopipet, Tabung ukur, Tip pipet, Gelas ukur, Reservoir, dan Aquades.

2.2.2 Bahan

üReagensia

    Digunakan reagensia dari Classical Swine Fever Virus Antibody C-Elisa Kit (Jeno Tech, Korea), terdiri dari larutan pengencer buffer1 x (50 ml), larutan pencuci 10 x (200 ml), TMB Substrat (70 ml), larutan penyetop 1x (40 ml).

üAntigen, Antiserum/Konjugat 

    Antigen virus HC yang telah dilapis pada plat mikrotiter 96 lubang bentuk datar, konjugat (100 x HRPP anti CSFV Conjugate, 50 ml), kontrol serum babi positif (2 ml), dan kontrol serum babi negatif (2 ml).

2.3 METODE

2.3.1 Pengambilan sampel

Sampel yang akan diuji adalah serum. Darah diambil dari vena jugularis babi dengan menggunakan venojack dan ditapung dalam tabung antikoagulan. Kemudian tabung simpan dalam termos dan dibiarkan hingga serum dan plasma terpisah. 

2.3.2 Perlakuan Sampel

Serum dan plasma yang telah diterpisah kemudian dipisahkan dengan membuka penutup tabung dan miringkan kemudian gunakan spuit 1 ml untuk mengambil serum dan dipindahkan ke dalam eppendorf dan diberi kode sampel. Sebelum dilakukan pemeriksaan, serum disimpan di dalam freezer untuk menjaga agar tidak lisis. Sampel serum yang akan dibawa ke labolatorium disimpan didalam coolbox. 

2.3.3 Tahapan Pemeriksaan

Prosedur pemeriksaan disesuaikan dengan standar operasional yang ada di UPT Veteriner Kupang yakni dengan melaporkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan sampel dan dilanjutkan dengan pengisian formulir pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap sampel dilakukan dengan uji Elisa Kompetitif. Tahapan pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :

1.  Pada mikrotiter plat yang sudah dilapisi antigen (CSFV E2) diteteskan 50 µl larutan pengencer sampel.

2.   Ditambahkan 50 µl sampel serum (1-2) pada lubang plate mikro dan ditambahkan kontrol serum positif  dan 50 µl kontrol serum negatif  (1-2).

3.  Plat ditutup dengan penutup plat dan diinkubasi pada suhu kamar (15-270C) selama 60 menit.

4.  Plat dicuci sebanyak 3 kali dengan larutan pencuci buffer pada setiap lubangnya (100 µl tiap lubang) dan sisa buffer dibuang bersih.

5.  Pada lubang yang sama ditambakan 100 µl konjugat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit.

6.  Plat dicuci 3 kali dengan larutan pencuci pada setiap lubangnya (300 µl pada masing-masing lubang).

7.   Pada semua lubang plat ditambahkan 100 µl larutan substrat TMB

8.   Plat ditutup dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar dan diletakan dalam kamar gelap. Amati perubahan warna serum.

9.   Pada semua lubang ditambahkan stop solution.

10. Masukan ke dalam Elisa Reader

2.3.4  Interpretasi Hasil

Dihitung Rata-rata nilai OD dari kontrol positif serum dan OD dari kontrol negatif dihitung. Dihitung persentase hambatan (PC) dari kontrol serum positif dan serum sampel dengan menggunakan rumus :  

Jika persentase hambatan pada serum uji lebih kecil dari 40%, maka antibodi serum sampel negatif. Jika persentase hambatan serum sampel lebih besar atau sama dengan 40% maka antibodi pada sampel positif.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Riwayat Kasus Hewan

3.1.1 Gambaran Umum

· Nama Pemilik                    : Teofilus Mamu

· Alamat Pemilik                 : Matani, Penfui Timur

· Jenis Hewan                      : Babi

· Signalemen                        : Landrace, betina, 9 bulan, putih

· Tanggal Pemeriksaan        : 25 Oktober 2019

Anamnesa:
1.Sistem pemeliharaan : Intensif, sumber air minum dan untuk membersihkan kandang dari sumur galian, kandang dibersihkan 1 kali sehari, pakan dimasak sendiri ditambahkan pakan komersial.
2. Kondisi Kandang : Dinding kayu, atap dari dedaunan, lantai semen
3. Status vaksinasi : Belum pernah divaksin
4. Riwayat penyakit : Jumlah populasi di kandang setelah proses penya­pih­an berjumlah 5 ekor dan setelah itu 2 ekor mati dengan rentang waktu yang lama yakni 2-3 hari dengan gejala yang sama.
5. Gejala Klinis : Penurunan nafsu makan, diare, anoreksia, lethargi, tidak mampu berdiri, alopesia
6. Pemeriksaan Fisik : Ternak babi mengalami anoreksia, diare, rambut dan bulu kusam

a. Babi yang diduga terinfeksi virus Hog Cholera, b. Proses pengambilan darah pada babi

3.1 Hasil 

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sampel maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Table 1. Hasil Pemeriksaan Serum Darah Babi dengan Pengujian ELISA



Pengujian serum darah babi yang telah dilakukan di UPT Dinas Peternakan Kota Kupang yang diduga hog cholera dan berdasarkan standar perhitungan interpretasi hasil uji Elisa Kompetitif, menunjukan adanya ikatan antara antigen dan antibodi nilai absorbansinya 83.53, serta hasil uji dengan Elisa Reader menunjukan persentase 83.53%. Berkaitan dengan hal tersebut maka hasil uji dinyatakan positfi Hog Cholera. Hal ini mengacu pada standar pemeriksaan Elisa Kompetitif untuk penyakit Hog Cholera yakni apabila nilai absorbannya < 40 % maka dinyatakan negatif sedangkan apabila nilai absorbannya ≥ 40 % maka hasil dinyatakan positif Hog Cholera.

3.1 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan konfirmasi pengujian laboratorium Elisa Kompetitif terhadap virus HC, babi positif terinfeksi virus Hog Cholera. Hog Cholera merupakan penyakit viral menular yang sangat ganas pada ternak babi, menyerang babi dari segala umur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supar tahun 1997 menyebutkan bahwa penyakit Hog Cholera lebih banyak menimbulkan kematian pada anak babi dengan tingkat mortalitas 80-95% disusul dengan babi dewasa dengan tingkat mortalitas 10% dan babi induk dan pejantan dewasa dengan tingkat mortalitas 5%. Keganasan penyakit berkaitan erat dengan strain virus, umur babi dan status kekebalan kelompok babi. Penyakit bersifat akut sering terjadi pada babi-babi muda sedangkan penyakit subakut dan kronis lebih banyak terjadi pada babi dewasa (Baratawidjaja, 2006).

3.3.1 Kasus Hog Cholera di NTT

Kasus HC muncul pertama kali di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1997 di Desa Tarus, Kabupaten Kupang (Santhia dkk, 2008) dan tahun 1999 dilaporkan terjadi di Sabu Raijua (Leslie, 2012) dan terus menyebar ke kabupaten lainnya akibat tingginya lalu lintas perdagangan babi antar pulau di NTT.  Pada tahun 2011, wabah Hog Cholera terjadi di Kabupaten Lembata yang membunuh sekitar 696 ekor dari total populasi sekitar 2718 ekor (57%). Keadaan ini mungkin terkait dengan sifat topografi daerah yang sulit, sosial budaya serta metode beternak babi yang belum intensif serta kurangnya pengawasan lalulintas ternak dari daerah endemik ke daerah bebas, sehingga perlu upaya nyata dari pemerintah khususnya untuk mengendalikan penyakit Hog Cholera yang ada di wilayah tersebut.

Hog cholera cenderung bersifat endemis di Kabupaten Sabu Raijua. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012 dan 2013 melaporkan adanya kasus Hog Cholera di Kabupaten Sabu Raijua masing-masing 19 dan 3 kasus. Pada tahun 2015 juga dilaporkan adanya kasus Hog Cholera yang terjadi di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Kejadian penyakit diperkirakan mulai pada bulan Maret 2015 dengan tingkat morbiditas dan mortalitas masing-masing sebesar 25% dan 80% (Supartika et al., 2015).

3.2.2 Diagnosa Banding

Berdasarkan gelaja klinis yang ditimbulkan maka salah satu penyakit yang juga menciri adalah salmonelosis. Hal ini dapat dilihat dari gejala klinis salmonelosis pada babi yang dapat menyebabkan gastroenteritis. Pada babi yang mengalami salmonelosis yang bersifat akut dapat menyebabkan demam, diare, kulit telinga dan abdomen berwana keunguan. Pada gejala yang bersifat sub akut atau kronis babi mengalami demam ringan, kurang nafsu makan dan diare beberapa minggu sehingga hewan menjadi kurus. Gejala yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis oleh S. cholerasuis. (Subronto, 2003). Namun babi yang rentan adalah babi yang berumur 4 bulan. Hal tersebut dapat didukung dengan sanitasi yang kurang baik pada manajemen  pemeliharaannya. Pada pengamatan dan anamnesa kurangnya perhatian akan kebersihan kandang dan lingkungan sekitar kandang yang kurang diperhatikan kebersihannya sehingga dapat memicu terjadinya penularan penyakit.

Berdasarkan gejala klinis yang terlihat juga dapat dikaitkan dengan penyakit Colibacillosis. Hal ini berkaitan dengan umur babi karena ternak babi yang diperiksa adalah anak babi berumur 9 bulan. Berdasarkan hasil anamnesa dilapangan dan gejala klinis yang terlihat dan informasi yang didapatkan dapat terkait dengan manajemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan studi kasus pada ternak babi ini dapat mengarah ke colibasillosis dengan gejala klinis colibasillosis berupa depresi, anoreksia, demam yang berlangsung beberapa hari dan diare dan dapat berkembang cepat dengan derajat kematian tinggi pada semua spesies. Faktor pendukung dari colibasillosis adalah akibat dari pengelolaan peternakan yang buruk merupakan faktor perluasan penyakit, misalnya melalui pencemaran ambing induk, tempat pakan maupun tempat minum (Manual Penyakit Hewan Mamalia, 2014).

3.2.3 Mekanisme Vaksinasi

Vaksinasi terhadap anak babi yang induknya belum pernah divaksin dilakukan pada umur 14 sampai 21 hari. Sedangkan untuk anak babi yang induknya sudah pernah divaksinasi dilakukan pada umur 30 hari (Dharmawan et al., 2013). Akan tetapi menurut Vandeputte (2001) vaksinasi pada anak babi yang berasal dari induk yang sudah pernah divaksinasi dianjurkan berkisar antara 7-9 minggu. Vaksinasi yang telah dilakukan perlu dikaji dan dievaluasi melalui pemeriksaan titer antibodi dari babi yang telah divaksin (Rantundima et al., 2012). Antibodi yang terbentuk merupakan acuan dari sistem kekebalan yang terbentuk saat divaksin maupun respon imun terhadap infeksi alami. Pemberian vaksin merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan kekebalan.

Vaksinasi Hog Cholera dilakukan setiap 6 bulan sekali. Kesalahan dalam mengaplikasikan vaksin akan menyebabkan tidak mampu memberikan perlindungan yang optimal. Bisa juga vaksin diberikan sesuai dosis yang dianjurkan, tetapi tidak mencapai sasaran sehingga memberikan perlindungan yang tidak optimal juga (Baratawidjaja, 2006). Kegagalan vaksinasi dapat juga terjadi pada saat dilakukan vaksinasi keadaan tanggap kebal hewan tertekan, misalnya karena adanya infestasi parasit yang berat, malnutrisi serta stress yang dialami oleh hewan (Baratawidjaja, 2006).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

            Berdasarkan data hasil pengamatan, anamnesa, gejala klinis, serta hasil pengujian laboratorium dapat disimpulkan bahwa babi terinfeksi Hog Cholera. Nilai absorbannya berada di atas ambang batas proteksi< 40% yakni 83.53%. Hal ini mengindikasikan bahwa babi yang diperiksa terinfeksi Hog Cholera.

4.2 Saran

            Dalam mendiagnosa penyakit, dapat ditentukan dari gejala klinis yang terlihat. Namun untuk mendapatkan hasil yang akurat perlu dilakukan uji laboratorium untuk meneguhkan diagnosa terhadap penyakit yang dialami oleh hewan maupun ternak. Diharapkan studi kasus ini berguna bagi pembaca untuk dapat memahami teknik pengujian di labrotarium.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K, G. 2006, Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai PenerbitFakultasKedokteran FKUI.

Darmawan, R., Waluyati, D, E., Zubaidi, D, A. 2013. Monitoring Penyakit Clasical Swine Fever (CSF) atau Hog Cholera pada Babi Vaksinasi dan Non Vaksinasi di Wilayah Kerja Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur Tahun 2012. Buletin Laboratorium Veteriner WatesYogyakarta. 4 (13).

Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur. 2008. Frekuensi dan Distribusi Hog Cholera di NTT. Kupang.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2014, Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan, Jakarta.

Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993. Veterinary Virology 2nd Ed. Academic Press, San Diego, California, USA.

Johns C, Cargill C. dan Patrick I. 2010. Laporan Akhir Budidaya Ternak Babi Komersial oleh Peternak Kecil di NTT – Peluang untuk Integrasi Pasar yang Lebih Baik. ACIAR, Canberra.

Leslie, E.E.C. (2012). Pig MovementAcross Eastern Indonesia andAssociated Risk of Classical SwineFever Transmission. PhD Thesis.Faculty of Veterinary Science. TheUniversity of Sydney.

Rantundima, E., M. Suarta, I., N. Mahardika, I., G., N., K. 2012, Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent AssayIndonesia Medicus Veterinus 1 (2) : 217 - 227.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Supartika, I., K., E. Uliantara, I., G., A., J. Ananda, C., R., K. 2015, Hog Cholera di Kabupaten Sabu Raijua,Nusa Tenggara Timur, Laporan Kasus, Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, 27 (87).

Vandeputte, J., Too, H, L., Fook, Ng, Chen, C., Chai, K, K., Liao, G, A. 2001, Adsorption of colostral antibodies agains classical swine fever, persistence of maternal antibodies and effect on response to vaccination in baby pigs. Am. J. Vet Res. 62 :1805-1811.

Wera, E. Daryono, J. Nurcahyono, R.Tukan, C., J.Rondong, F.Ansori, R. 2018, Analisis Manfaat Biaya Pengendalian dan Pemberantasan Hog Cholera di ProvinsiNusa Tenggara Timur. Proc. of the 20th FAVA CONGRESS & The 15th KIVNAS PDHI, Bali Nov 1-3, 280-281.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Laporan Kasus Mandiri Koasistensi Virologi Uji Diagnosa Hog Cholera pada Babi"

Posting Komentar