Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner Pemeriksaan Susu Kambing Segar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan pangan asal hewan yang memiliki
komposisi nutrisi yang lengkap dan bernilai gizi tinggi. Susu sangat penting
bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Susu berperan penting untuk
kesehatan, kecerdasan, dan pertumbuhan. Salah satu susu yang mulai disukai oleh
masyarakat yaitu susu kambing. Kambing perawanakan ettawa merupakan kambing
penghasil susu yang baik.
Susu sangat bermanfaat bagi manusia dan mempengaruhi
kesehatan manusia secara positif. Hal ini dikarenakan susu terdiri atas
komposisi makronutrien yang meliputi protein, lemak, dan karbohidrat. Lemak
susu merupakan sumber energi, sebagai bahan pembakar dan mengandung vitamin
larut lemak. Sedangkan protein dalam susu mengandung susunan asam amino essensial dan laktosa yang membantu
dalan perkembangan
sel otak dan sumber energi. Selain makronutrien susu juga mengandung komposisi
mikronutrien seperti mineral dan vitamin yang memiliki manfaat sebagai
biokatalis dalam alur metabolit tubuh.
Kualitas susu yang baik adalah susu yang berasal
dari ambing yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun kecuali
pendinginan serta diperoleh dengan cara baik dan benar. Susu kambing segar merupakan susu yang diperoleh dari induk
kambing tidak kurang dari 3 hari setelah kelahiran. Susu kambing segar harus tidak
boleh mengandung colostrum.
Pengelompokkan mutu susu kambing digolongkan berdasarkan parameter
total mikroba, jumlah somatik sel ambing, lemak dan bahan kering yang digunakan
sebagai kriteria untuk pemasaran susu kambing segar. Oleh karena perlu dilakukan
pengujian kualitas susu yang baik dengan melakukan pengujian secara
organoleptik, kimia, cemaran mikroba, dan residu antibiotik pada susu kambing
segar.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya kegiatan koasistensi ini yaitu,
untuk mengetahui kualitas susu kambing segar, residu antibotik dan tingkat
cemaran mikroba susu kambing segar dari UPTD Pengembangan dan Pusat Pembibitan
Kambing PE Sumlili, Dinas Peternakan Provinsi NTT.
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan susu dilakukan pada tanggal 3 Maret 2020
bertempat di UPTD Pengembangan dan Pusat Pembibitan Kambing PE Sumlili, Dinas
Peternakan Provinsi NTT. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengujian susu kambing
segar yang dilaksanakan pada tanggal 3-6 Maret 2020 bertempat di Laboratorium
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
2.2 Materi
2.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan yaitu autoklaf, cawan
petri, tabung reksi, rak tabung reaksi, bunsen, mikropipet, pipet tetes,
inkubator, microwave, waterbath, gelas ukur, erlenmeyer,
tabung duram, peaddle, cool box, mikroskop, gelas obyek, cover glass, laktodensimeter, batang L,
pH meter, dan ose.
2.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu, susu kambing segar, buffered peptone water (BPW), media plate count agar (PCA), mannitol salt agar (MSA), nutrient agar (NA), akuades, reagen IPB
1, santan kelapa, cakram antibiotik C30, cakram blank, koloni bakteri B. cereus, allumunium foil, alkohol 70% dan 96%, larutan Mc Farland 1.0, dan methylen blue loffler.
2.3 Metode
2.3.1 Koleksi
sampel
Sampel susu kambing diambil dari UPTD Pengembangan
dan Pusat Pembibitan Kambing PE Sumlili, Dinas Peternakan Provinsi NTT.
Pemerahan susu dilakukan oleh petugas pada pagi hari. Susu kambing sebagai
sampel berasal dari satu ekor induk laktasi berumur 6 tahun dengan umur laktasi
1 bulan 3 minggu. Sebelum pemerahan dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi
pemeriksaan ambing, pengukuran suhu (38,3 oC), pulsus (96
kali/menit), dan frekuensi nafas (36 kali/menit). Kambing PE diposisikan dalam
keadaan berdiri, kemudian susu diperah dan ditampung ke dalam botol plastik dengan
volume ± 300 ml. Susu disimpan dalam cooling
box dan segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.
2.3.2 Pemeriksaaan
organoleptik
Pemeriksaan
organoleptik pada susu yang diuji yaitu warna, bau, rasa, dan konsistensi.
Dalam melakukan uji organoleptik melibatkan 3 orang panelis yang merupakan
anggota kelompok dalam satu kelompok kecil.
1. Warna
Susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ± 5
ml, kemudian diamati warna susu dan kemungkinan adanya kelainan pada warna
susu. Susu normal berwarna putih.
2. Bau
Susu dimasukkan
ke dalam tabung reaksi sebanyak ± 5 ml, kemudian dicium baunya. Susu
normal berbau khas susu.
3. Konsistensi
Susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ± 5
ml, kemudian dimiringkan secara perlahan-lahan. Diamati kecepatan susu mengalir
dari dinding tabung. Susu normal akan membasahi dinding tabung reaksi dan tidak
berlendir.
4. Rasa
Susu dituangkan sedikit ke gelas sloki kemudian
dicicipi dan rasakan susu tersebut. Susu normal akan terasa sedikit manis dan
sedikit asin.
2.3.3 Pemeriksaan
fisik
1. pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang
sebelumnya telah dikalibrasi. Sampel susu sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam
cawan petri dan diukur.
2. Berat
jenis
Sampel susu dihomogenkan kemudian dimasukkan dalam gelas ukur 100
ml. Laktodensimeter soxhlet dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian dibenamkan
serta dibiarkan timbul tenggelam sampai akhirnya diam. Selanjutnya dilakukan
pembacaan skala laktodensimeter. Angka yang didapat dari pembacaan skala adalah
desimal ke-2 dan ke-3 setelah 1,0.
2.3.4 Uji
alkohol
Uji alkohol dilakukan dengan memasukkan 3 ml susu ke dalam wadah.
Selanjutnya ditambahkan alkohol 70% sebanyak 3 ml. Pengamatan dilakukan
terhadap adanya gumpalan dan atau pemisahan bagian-bagian susu. Hasil uji
positif jika terdapat butiran atau gumpalan susu pada wadah dan hasil uji negatif
tidak terdapat gumpalan susu pada wadah.
2.3.5 Pengujian
mastitis subklinis
1. Metode
IPB-1
· Sebanyak 2
ml sampel susu dimasukkan ke dalam paddle.
· Ditambahkan
2 ml pereaksi IPB-1.
· Campuran
sampel susu dan pereaksi IPB-1 dihomogenkan secara horisontal selama 15-30
detik.
· Hasil
dibaca berdasarkan reaksi yang terjadi, yaitu terbentuknya lendir atau
perubahan kekentalan dengan nilai negatif (-) apabila tetap homogen dan positif
(+, ++, +++) apabila terbentuk lendir atau kental.
2. Metode
breed
· Gelas
objek dibersihkan dengan larutan alkohol
70% dan diletakkan di atas kertas cetakan atau pola bujur sangkar seluas 1 x 1
cm2.
· Susu
yang akan diperiksa dihomogenkan terlebih dahulu, kemudian susu dipipet
menggunakan mikropipet dn diteteskan sebanyak 0.01 ml susu tepat di atas kotak
1 cm2.
· Sampel
susu disebar membentuk kotak seluas 1 cm2 menggunakan
ose.
· Gelas
objek dikering udarakan selama 5-10 menit selanjutnya difiksasi dengan nyala
api bunsen.
· Pewarnaan
breed dilakukan setelah sampel susu pada gelas objek
kering. gelas objek direndam dalam larutan eter alkohol selama 2 menit, lalu
gelas objek diwarnai dengan cara dimasukkan ke dalam larutan methylen blue loffler selama 1-2 menit.
Gelas objek dimasukkan ke dalam larutan alkohol 96% selama ± 1 menit untuk
menghilangkan sisa zat warna yang melekat. Setelah proses pewarnaan selesai
gelas objek dikeringkan dengan
menggunakan kertas saring.
· Perhitungan
jumlah sel somatis dilakukan setelah preparat kering dengan menggunakan
mikroskop (objektif 100 x) yang sebelumnya diteteskan minyak emersi. Jumlah sel
somatis dihitung dengan menggunakan 10 lapang pandang., kemudian sel somatis
dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah lapang pandang untuk mengetahui rataan
jumlah sel somatis. Setelah mengetahui rataan jumlah sel somatis dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus :
Pengujian pemalsuan susu dilakukan dengan
menambahkan santan ke dalam susu dengan perbandingan 1:1. Campuran susu dan
santan dihomogenkan, lalu dibuat preparat natif dengan meneteskan satu tetes
campuran susu dan santan pada kaca objek kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Preparat natif diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 10x dan 40x.
Susu yang ditambah dengan santan akan mengandung butir lemak santan yang
berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan butir lemak susu.
2.3.2 Pemeriksaan
mikrobiologi susu
1. Pengujian TPC dengan menggunakan media PCA
· Sample susu kambing diambil sebanyak 5 ml diencerkan dengan 45 ml BPW didalam erlenmeyer kemudian dihomogenkan untuk pengenceran 10-1.
· Sample pada pengenceran 10-1 diambil 1 ml kemudian diencerkan dengan 9 ml BPW di dalam tabung reaksi dan dihomogenkan untuk pengenceran 10-2, lalu diulangi lagi sampai dengan pengenceran 10-4.
· Selanjutnya sampel pada pengenceran 10-3 dan 10-4 masing-masing diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan steril
· Sample pada pengenceran 10-3 dan 10-4, masing-masing diambil 1 ml dan dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri.
· Cawan petri yang telah terisi sample kemudian dituang dengan Plate Count Agar sebanyak 20 ml.
· Homogenkan dengan cara menggeser cawan petri horizontal atau membentuk angka delapan dan biarkan media menjadi padat.
· Inkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam.
· Koloni pada cawan dengan pengenceran 10-3 dan 10-4 dihitung.
· Perhitungan menggunakan sistem TPC (Total Plate Counts) dengan rumus :
2. Pengujian
cemaran Staphylococcus sp. dengan
media MSA
· Sample pada pengenceran 10-1 diambil 1 ml dan dituangkan ke dalam cawan petri steril secara duplo.
· Cawan petri yang telah terisi sample kemudian dituang dengan MSA sebanyak 20 ml.
· Homogenkan dengan cara menggeser cawan petri horizontal atau membentuk angka delapan dan biarkan media menjadi padat.
· Inkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam.
· Koloni pada cawan dihitung.
2.3.1 Pengujian
residu antibiotik
Uji residu antibiotik pada susu dengan menggunakan
metode difusi
· Kultur bakteri Bacillus cereus pada media miring, diambil dengan ose lalu dimasukkan ke dalam media nutrient broth dalam tabung. Disesuaikan dengan standar Mc. Farland 1.
· Diambil 1 ml bakteri Bacillus cereus dalam nutrient broth, dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media nutrient agar.
· Bakteri diratakan pada permukaan cawan dengan menggunakan gelas bengkok.
· Diambil kertas cakram blank dan kertas cakram antibiotik C30 dengan menggunakan pinset, lalu ditempelkan di permukaan nutrien agar.
· Sebanyak 0.1 ml susu diteteskan di atas cakram blank.
· Dilakukan inkubasi dengan posisi tidak terbalik di dalam inkubator selama 24 jam.
· Dihitung diameter zona hambat yang terbentuk. Hasil dibaca berdasarkan zona hambat yang terbentuk. Hasilnya positif bila disekitar kertas cakram terdapat zona hambatan dan hasilnya negatif bila tidak ditemukan zona hambatan.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Peternakan Kambing PE
Kambing PE di UPTD Pengembangan dan
Pusat Pembibitan Kambing PE Sumlili, Dinas Peternakan Provinsi NTT dipelihara secara
intensif dalam kandang panggung (Gambar 1A). Model kandang panggung mudah
dibersihkan dan sirkulasi udara dalam kandang lebih baik. Kandang dibersihkan
setiap hari yaitu pagi dan sore. Pakan yang diberikan berupa hijauan segar
seperti daun lamtoro yang telah dilayukan dan konsentrat. Pemberian air minum
tidak dilakukan secara adlibitum. Pemeriksaan kesehatan ternak kambing PE
jarang dilakukan.
Pemerahan dilakukan oleh petugas apabila
ada pesanan susu dari konsumen. Pemerahan tidak dilakukan setiap hari. Petugas
melakukan pemerahan dengan tanpa memperhatikan higiene personal. Pemerahan
dilakukan secara manual tanpa menggunakan sarung tangan (Gambar 1B).
3.1 Pemeriksaan Organoleptik Susu Kambing
Tabel 1. Hasil pemeriksaan organoleptik susu kambing segar
Parameter |
Hasil
uji |
Normal |
Gambar |
Warna
|
Putih |
Putih* |
![]() |
Bau |
Khas susu
kambing |
Khas** |
|
Rasa |
Manis |
Manis* |
|
Konsistensi |
Encer |
Encer* |
Referensi: *Buckle et al. (1997); Sulmiyati et al. (2016)
Hasil
uji organoleptik pada susu kambing PE di UPTD Pengembangan dan Pusat Pembibitan
Kambing PE Sumlili menunjukkan hasil yang normal. Susu kambing menunjukkan
warna putih. Menurut Sulmiyati et al.
(2016) warna putih pada susu disebabkan karena kandungan kasein (protein dalam
susu). Kasein yang terdapat pada susu merupakan disfersi koloid sehingga tidak
tembus cahaya yang menyebabkan susu berwarna putih. Susu kambing memiliki bau
yang khas. Susu normal akan menunjukkan bau yang sedap atau enak. Bau susu
sangat spesifik karena mengandung asam-asam volatile dan lemak dalam susu
(Sulmiyati et al. 2016). Susu kambing
memiliki rasa yang manis. Rasa manis pada susu dipengaruhi oleh kandungan
laktosa yang terdapat di dalam susu (Buckle et
al., 1987). Laktosa merupakan disakarida yang tersusun dari satu molekul
glukosa dan satu molekul galaktosa. Diastari dan Agustina (2013) menyatakan
bahwa rasa manis pada susu murni juga dipengaruhi oleh kadar Cl yang rendah.
Susu kambing memiliki konsistensi yang encer, pada umumnya susu murni memiliki
konsistensi yang encer. Susu dapat menggumpal akibat adanya kegiatan enzim.
Enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan susu
menggumpal. Enzim dapat bekerja melalui tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam partikel-partikel kasein, diikuti dengan
perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja enzim dan terakhir
mengendapnya kasein yang telah berubah itu sebagai garam kalsium atau garam
kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses
pengendapan. Jika terjadi penyimpangan maka susu dapat berubah cair bahkan
dapat terlalu kental hal ini disebabkan karena faktor pemerahan dan faktor
ternak tersebut.
3.1 Pemeriksaan Kualitas Fisik Susu Kambing PE
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kualitas fisik susu kambing segar
Sifat
fisik susu |
Hasil
uji |
Normal |
Berat
jenis |
1,031 |
1,027-1,035* |
pH |
6,8 |
6-7** |
Referensi: *Sumiyati, 2016; **SNI 01-3141-1998
Berat jenis susu kambing yang diperiksa
adalah 1,031. Nilai ini menunjukkan bahwa berat jenis susu kambing berada dalam
kisaran normal. Sumiyati (2016) menyatakan bahwa kisaran berat jenis susu yaitu
1,027-1,035. Berat jenis susu dipengaruhi oleh butiran-butiran lemak (globula),
laktosa, protein, dan garam (Julmiaty, 2002). Berat jenis susu dipengaruhi oleh
zat penyusunnya, penambahan bahan kering tanpa lemak (BKTL) atau pengurangan
lemak akan meningkatkan berat jenis susu, demikian sebaliknya apabila ada
penambahan lemak akan menurunkan berat jenis susu. Berat jenis susu akan
menurun ketika dicampurkan dengan air. Penetapan berat jenis susu digunakan
untuk mengetahui banyaknya bahan kering, bahan kering tanpa lemak, dan juga
untuk mendunga banyaknya air yang ditambahkan ke dalam air susu.
Hasil uji tingkat keasaman (pH) susu
kambing yang diperiksa memiliki pH 6,8. Hasil ini sesuai dengan SNI
01-3141-1998, pH susu segar adalah 6-7. Susu memiliki pH yang normal karena
mengandung kasein, buffer, fosfat, dan sitrat (Manik, 2006). Rendahnya pH pada
susu dapat disebabkan karena adanya kolostrum dan aktivitas bakteri yang
memecah laktosa menjadi asam laktat. Nilai pH yang bersifat asam pada susu
dapat dijadikan indikator terkait dengan cara penanganan susu. Sementara
tingginya pH pada susu dapat diartikan bahwa susu terkena mastitis (Soewedo,
1982).
3.2 Uji Alkohol
Uji alkohol adalah uji yang digunakan
untuk menentukan sifat-sifat pemecahan protein susu. Pengujian yang dilakukan
pada susu kambing menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan adanya butiran
atau gumpalan (koagulasi) susu yang melekat pada wadah. Hal ini menunjukkan
bahwa susu kambing yang diuji rusak sehingga ketika ditambahkan alkohol yang
berdaya dehidrasi maka protein akan berkoagulasi atau pecah (Aritonang, 2009). Pecahnya susu disebabkan oleh perkembangbiakan
bakteri asam laktat yang dapat mengubah laktosa menjadi asam laktat. Pecahnya
susu menyebabkan kualitas susu rendah sehingga tidak layak untuk dikonsumsi
karena adanya kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi
(Sutrisna et al., 2014). Hasil uji
alkohol positif karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu susu mulai asam atau
sudah asam, susu bercampur dengan kolostrum, permulaan mastitis, dan susu tidak
stabil karena perubahan fisiologi (Nabanan et
al., 2015).
Menurut SNI 01-3141-1998 syarat mutu
susu segar dengan uji alkohol menunjukkan hasil negatif. Hasil negatif berarti
bahwa ketika ditambah alkohol protein
susu tidak berkoagulasi atau pecah, bearti susu dalam keadaan baik atau belum
mengalami kerusakan. Suardana dan Swacita (2004) menyatakan bahwa jika dinding
tabung reaksi atau wadah terdapat butiran susu yang melekat maka uji alkohol
dinyatakan positif, sebaliknya jika tidak terdapat butiran menandakan uji
alkohol negatif. Uji alkohol menunjukkan hasil negatif karena mantel air yang
menyelimuti butir-butir protein terutama kasein masih dalam keadaan baik dan
ketika susu ditambahkan alkohol, protein tidak berkoagulasi sehingga susu tidak
pecah (Dwitania dan Swacita, 2013).
3.3 Pemeriksaan Mastitis Subklinis dengan
Metode Breed dan Uji Mastitis IPB-1
Gambar 2. Uji
mastitis subklinis dengan metode breed (A) dan IPB-1 (B). Sel somatis
ditunjukkan oleh anak panah (↓)
Hasil
pengujian susu kambing dengan metode breed
dan uji mastitis IPB-1. Metode breed menunjukkan
bahwa sampel positif uji mastitis dengan jumlah sel somatis 4,12 x 106 sel/ml (Gambar 2A).
Menurut SNI 01-3141-1998
batas normal sel somatis pada susu segar adalah 4 x 105 sel/ml. Sel somatis merupakan sel-sel limfosit,
netrofil, monosit, makrofag, reruntuhan sel epitel dan lain-lain (Lukmat et al., 2015). Uji mastitis dengan IPB-1 pada susu kambing
menunjukkan hasil positif satu (+1) mastitis subklinis (Gambar 2B). Massa yang
terbentuk sangat tipis sehingga nilainya +1. Menurut Winata (2011), positif
satu pada uji IPB-1 memiliki rataan jumlah sel somatis sebesar 7,2 x 105 sel/ml dengan nilai
maksimum 4,12 x 106 sel/ml. Pernyataan ini sesuai dengan
pemeriksaan yang dilakukan pada susu kambing dengan metode breed. Sudarwanto et al.
(2016) menyatakan bahwa uji mastitis IPB-1 menunjukkan hasil yang hampir sama
dengan metode breed yang dilihat dari
nilai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi yaitu 71% dan 100% pada susu
kambing.
Mastitis subklinis dapat disebabkan
karena berbagai faktor diantaranya manajemen perkandangan, manajemen pemerahan,
kontaminasi agen patogen dari feses, alas kandang, dan pakan (Sevitasari et al., 2019). Mastitis subklinis merupakan
penyakit kompleks yang disebabkan oleh bakteri, khamir, dan kapang (Subroto,
2003).
3.4 Uji Pemalsuan Susu
Penambahan bahan tambahan atau ke dalam
susu disebut dengan pemalsuan susu. Adapun tujuan dilakukan pemalsuan susu
yaitu menambah volume susu, meningkatkan rasa dan konsistensi susu,
meningkatkan berat jenis, bahan kering tanpa lemak (BKTL), dan kadar lemak
serta memperoleh penambahan nilai jual. Untuk itu perlu dilakukan suatu uji
untuk memastikan apakah susu yang dihasilkan murni atau sudah ada penambahan
bahan tambahan (Lukman et al., 2015).
Bahan tambahan yang sering digunakan untuk memalsukan susu murni diantaranya
yaitu air, air beras, tepung, santan, gula, air kelapa, dan bahan pengawet non
pangan seperti formalin.
Pengujian susu kambing segar dilakukan dengan
penambahan santan pada susu kambing segar. Pengujian dilakukan dengan bantuan
mikroskop untuk melihat perbedaan antara butir-butir lemak santan dan lemak susu.
Penambahan santan ke dalam susu akan meningkatkan kadar lemak, berat jenis
menurun, angka katalase meningkat, uji conradi positif, dan butir-butir lemak
berukuran heterogen (Lukman et al.,
2015). Hasil pengamatan dibawah mikroskop menunjukkan bahwa ukuran lemak santan
lebih besar, heterogen, dan padat daripada lemak susu yang berukuran kecil,
homogen, dan teratur (Gambar 3). Adanya ukuran butir-butir lemak yang tidak
homogen menandakan adanya penambahan lemak bukan susu.
Gambar 3. Lemak susu dan
santan. (A) lemak susu; (B) lemak santan
3.7 Pemeriksaan TPC dan Cemaran Mikroba Staphylococcus sp.
Tabel 3. Kualitas mikrobiologi
susu kambing segar
Pengujian
Bakteri |
Hasil
|
SNI |
TPC |
9,6 x 105
cfu/ml |
1 x 106 cfu/ml |
Staphylococcus
sp |
2,65 x 102
cfu/ml |
1 x 102 cfu/ml |
Pemeriksaan TPC susu adalah salah satu
pemeriksaan mikrobiologi untuk menghitung jumlah bakteri dalam susu. Hasil
pemeriksaan nilai TPC pada susu kambing menunjukkan bahwa TPC susu kambing
adalah 9,6 x 105 cfu/ml. Nilai TPC susu kambing masih memenuhi
persyaratan SNI 01-3141-2011 yaitu 1 x 106 cfu/ml. Menurut Cahyono et al. (2013), nilai TPC pada susu dapat
meningkat (melebihi batasan maksimum SNI) karena sanitasi kandang yang kurang
baik, peralatan yang digunakan tidak dibersihkan secara langsung terutama yang
kontak langsung dengan susu, dan pemerahan yang dilakukan secara tidak aseptis.
Pengujian Staphycoccus sp pada susu kambing dilakukan berdasarkan pengamatan
yang dilakukan di lokasi pemerahan susu. Petugas melakukan pemerahan secara
tidak aseptis. Pemerahan dilakukan tanpa menggunakan sarung tangan dan ambing
dicuci dengan menggunakan air yang tidak bersih. Menurut SNI 01-3141-2011
batasan maksimum cemaran Staphylococcus sp.
pada susu segar adalah 1 x 102 cfu/ml. Cemaran Staphylococcus
sp. pada susu kambing yang diuji adalah 2,65 x 102 cfu/ml, hasil ini melebihi batasan maksimum SNI
01-3141-2011. Staphylococcus sp dapat
dijumpai pada permukaan tangan, mukosa hidung, mulut, dan permukaan ambing dan
puting. Kontaminasi Staphylococcus sp
pada pengujian ini kemungkinan disebabkan berasal dari hewan, manusia, dan alat
yang digunakan. Sumber kontaminasi Staphylococcus
sp karena kambing mengalami penyakit mastitis subklinis (Cahyono et al., 2013). Hal ini didukung dengan
pengujian mastitis dengan metode breed
dan IPB-1 yang menunjukkan hasil positif mastitis subklinis.
3.8 Uji Residu Antibiotik
Hasil
pemeriksaan residu antibiotik sampel susu kambing menunjukkan hasil negatif
(bebas dari residu antibiotik) (Gambar 4). Hasil negatif pada sampel ditandai
tidak terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram blank yang mengandung
sampel susu kambing segar. Hal ini menunjukkan bahwa susu kambing tersebut
tidak mengandung antibiotik sehingga bakteri tetap tumbuh di sekitar kertas
cakram blank. Sementara kertas cakram antibiotik C30 yang diletakkan terbentuk
zona bening dengan diameter 23,2 mm. Zona bening yang terbentuk karena adanya
antibiotik yang dapat menghalangi pertumbuhan bakteri.
Gambar 4. Hasil uji
residu antibiotik negatif. (A) cakram blank; (B) C30.
Kehadiran residu antibiotik dalam susu menjadi perhatian besar
karena berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan dapat menyebabkan kerugian
pada peternak. Semakin besar penggunaan antibiotik, baik untuk pengobatan
(terapi) maupun sebagai imbuhan pakan, semakin besar pula manfaat yang
diperoleh namun semakin besar resiko dalam keamanan pangan (Yuningsih 2005).
Terjadinya resiko pada keamanan pangan yang disebabkan oleh residu antibiotik
menjadi masalah yang harus benar-benar diperhatikan.
Mengkonsumsi produk peternakan berupa daging, susu, telur yang
dihasilkan dari ternak yang diterapi dengan antibiotik masih bisa dilakukan
asal antibiotik tersebut telah melewati waktu henti (withdrawal time). Waktu
henti untuk setiap jenis antibiotik beragam tergantung jenis antibiotik dan
cara pemberian antibiotiknya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada susu
kambing segar yang meliputi pemeriksaan organoleptik, sifat fisik, uji alkohol,
uji matitis subklinis, uji pemalsuan susu, uji mikrobiologi, dan pengujian
residu antibiotik dapat disimpulkan bahwa susu kambing segar asal UPTD
Pengembangan dan Pusat Pembibitan Kambing PE Sumlili, Dinas Peternakan Provinsi
NTT tidak aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang SN. 2009. Susu dan Teknologi. Cirebon: Penerbit
Swagati Press.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. No. SNI 01–3141–2011. Susu
Segar. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. N. Fleet and M. Wooton. 1987.
Ilmu Pangan. Penerjemah: Purnomo, H., dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Cahyono D, Masdiana CP, Manik ES.
2013. Kajian Kualitas Mikrobiologi (Total
Plate Count, Enterobacteriaceace
dan Staphylococcus aureus) Susu Sapi
Segar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo. Jurnal Ilmu dan Teknologi hasil Ternak, 8(1):1-8.
Diastari IGA, Agustina KK. 2013.
Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar
Tradisional Kota Denpasar. Medicus
Veterinus, 2(4):453-460.
Dwitania DC, Swacita IBN. 2013.
Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar
Tradisional Kota Denpasar. J Veteriner,
2(4):437-444.
Julmiaty. 2002. Perbandingan Kualitas Fisik Susu
Pasteurisasi Konvensional dn Mikrowave dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda.
[Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawan T,
Latif H, Soejoedono RR. 2015. Penuntun
Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Manik E. 2006. Olahan
Susu. Jakarta: Pusat Unit Pangan dan Gizi. IPB. Bogor
Sevitasari AP, Effendi MH, Wibawati PA. 2019.
Deteksi Mastitis Subklinis pad Kambing Peranakan Etawah di Kelurahan Kalipuro,
Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner,
2(2):72-75.
Soewedo. 1982. Teknik Mutu Susu dan Hasil Olahannya.Yogyakarta:
Liberty.
Suardana IW, Swacita IBN. 2004.
Food Hygiene. Petunjuk Lboratorium. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana, Denpasar.
Subroto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta:
Gadjah Mada University: Press.
Sudarwanto MB, Maheswari H,
Tanjung F. 2016. Kesetaraan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk Mendiagnosis Mastitis
Subklinis pada Susu Kerbau Murrah dan Kambing. Jurnal Veteriner, 17(4):540-547
Sulmiyati, Ali N, Marsudi. 2016.
Kajian Kualitas Fisik Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE) dengan Metode
Pasteurisasi yang Berbeda. JITP, 4(3):130-134.
Sutrisna DY, Suada IK,
Sampurna IP. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan
Kekentalan. J Veteriner, 3(1):60-67.
Winata F.
2011. Hubungan antara Penggunaan Metode Breed dengan Uji Mastitis IPB-1
untuk Diagnosa Mastitis Subklinis. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
0 Response to "Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner Pemeriksaan Susu Kambing Segar "
Posting Komentar