Laporan Studi Kasus Mandiri Koasistensi Virologi Newcastle Disease (ND)

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam buras merupakan salah satu komoditas ternak yang banyak digemari masyarakat. Jenis ayam ini dikenal sebagai ayam yang mudah beradaptasi dengan lingkungan. Sistem pemeliharaan ayam kampung biasanya dilakukan secara tradisional dan semi intensif. Jenis pemeliharaan yang seperti ini tentu meningkatkan peluang terjadinya penyakit pada ayam buras.

Penyakit Newcastle Disease (ND) merupakan salah satu penyakit ayam yang sangat penting di Indonesia. Penyakit ND telah menyebar diseluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian penyakit ND disebabkan karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas yakni mencapai 50-100% akibat infeksi virus ND strain velogenik.

Diagnosa penyakit ND dapat dilakukan dengan menggunakan metode uji hambatan dan uji hemaglutinasi inhibisi (HA/HI). Selain untuk mendiagnosa, uji ini dapat memberikan informasi mengenai titer antibodi ND sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk penanganan dan langkah-langkah pencegahan penyakit.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan uji HA/HI pada ternak ayam buras yang dipelihara di Kota Kupang.


1.2    Tujuan


Studi kasus ini bertujuan untuk meneguhkan diagnosa penyakit ND melalui metode HA/HI terhadap 
ayam yang menunjukkan gejala klinis ND.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Newcastle Disease (ND)

Penyakit ND merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus ND yang sering menyerang peternakkan unggas maupun burung liar dengan gangguan pencernaan, pernapasan, dan syaraf. ND merupakan penyakit virus yang sangat menular yang biasanya mendominasi penyakit unggas di daerah tropis (Williamson dan Payne, 1993).

Penyakit ND di Indonesia dikenal dengan istilah penyakit tetelo. Penyakit ini bersifat akut sampai kronis, dapat menyerang semua jenis unggas termasuk ayam, baik ayam ras maupun ayam buras.Oleh karena itu, ND merupakan ancaman serius bagi industri peternakan di Indonesia (Santhia, 2003; Tabbu, 2000).

Penyakit ND ditemukan di Indonesia pertama kali oleh Kraneveld pada tahun 1962 di Indonesia. Penyakit ND di Indonesia sering terjadi pada musim hujan atau musim peralihan (Ressang, 1984).

2.1.1 Etiologi

Penyakit ND disebabkan oleh Avian Paramyxovirus type-1 (APMV-1), genus Avulavirus, famili Paramyxoviridae, merupakan virus RNA dengan genom serat tunggal (single strandes/ss) dan berpolaritas negatif. Famili paramyxoviridae biasanya berbentuk pleomorfik, bulat dengan diameter 100-500 nm, namun ada juga yang berbentuk filamen dan beramplop. Terdapat 9 serotype avian Paramyxovirus yaitu, APMV-1 sampai APMV-9 (OIE, 2002).

Virus ND peka terhadap panas, akan rusak pada suhu 100oC dalam 1 menit, 56 oC dalam pemanasan selama 5 menit hingga 6 jam, suhu 37 oC akan tahan beberapa hari hingga seminggu, 20oC-28oC akan tahan hingga berbulan-bulan. Virus inaktif dalam formalin 1-2%, Fenol 1:20, kalium permanganat 1:5000, kresol 5% dan berbagai desinfektan lainnya (Sudrajat, 1991). 

2.1.2 Cara penularan

Penularan virus ND dapat terjadi secara langsung melalui kontak (persentuhan) dengan hewan sakit, sekresi dan ekskresi dari hewan sakit, serta bangkai penderita ND. Selain dari ayam, penularan juga dapat dilakukan oleh burung peliharaan atau burung liar yang berada di lokasi peternakan. Sedangkan penularan tidak langsung dapat terjadi melalui udara, pakan dan air minum, bahan, alat kandang, dan pekerja yang tercemar virus ND. Penyakit ini dapat tersebar secara regional melalui impor unggas, telur dan daging beku (Tabbu, 2000).

Kepadatan populasi di dalam kandang menyebabkan penyebaran virus yang lebih cepat dan permasalah yang ditimbulkan lebih besar. Hal ini dikarenakan, kondisi kandang yang kotor, lembab dan ayam berdesakan menyebabkan ayam rentan terkena ND (Rupiper et al., 1998). Feses dapat mengandung virus ND dengan titer yang tinggi, pada suhu 37oC virus masih inaktif hingga satu bulan lamanya. Keberhasilan penularan ND erat kaitannya dengan kemampuan virus tersebut untuk bertahan dalam bangkai hewan atau ekskresi hewan sakit (Tabbu, 2000).

2.1.3 Gejala klinis

Berdasarkan keganasannya virus ND dibagi menjadi dua tipe, yakni tipe Amerika dan Asia.Virus ND tipe Asia merupakan tipe yang lebih ganas dan biasanya terjadi pada musim hujan atau peralihan, dimana pada kondisi tersebut stamina ayam menurun sehingga rentan terhadap masuknya virus ND (Tabbu, 2000).

Pada infeksi alami, masa inkubasi ND berkisar antara 2-15 hari (rata-rata 5-6 hari).Kecepatan timbulnya gejala bervariasi tergantung galur virus ND, jenis unggas, status kekebalan, adanya infeksi campuran, faktor lingkungan, rute infeksi, dan dosis virus (Ruppiper et al., 1998).

Secara umum gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit ND yaitu, hilangnya nafsu makan, diare yang kadang disertai darah, lesu, sesak napas, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsialis atau komplit, dan sesekali tortikolis, produksi telur menurun atau terhenti sama sekali, telur yang dihasilkan mengalami kelainan atau daya tetasnya sangat rendah. Perubahan patologis yang dapat diamati adalah warna pial dan tulang kebiruan (Tabbu, 2000).

Virus ND menurut Beard dan Hanson menurut keganasan dan gejala klinis yang ditimbulkan yaitu: 1) Bentuk Doyle’s yang bersifat akut, ganas dan mematikan yang menyerang semua kelompok umur dan saat dinekropsi muncul lesi hemoragi di saluran pencernaan. Bentuk ini disebut sebagai Velogenic Viscerotropic Newcastle Disease (VVND), 2) Bentuk Beach’s yang bersifat akut dan ganas pada semua kelompok umur dengan gejala gangguan pernapasan dan syaraf dan disebut Velogenic Neurotropic Newcastle Disease (VNND), 3) Bentuk Baudette’s bersifat kurang patogenik. Kematian terjadi pada ayam usia muda dan yang menyebabkan adalah virus mesogenik, 4) Bentuk Hitchner’s  menyebabkan infeksi pernapasan ringan atau tanpa gejala klinis. Virus yang menyebabkan penyakit pada kasus ini adalah virus lentogenik, dan 5) Asimptomatik enteric terkait infeksi usus sub klinis oleh strai lentogentik yang menyerang saluran pencernaan dengan tanda yang non spesifik (Tabbu, 2000).

2.1.4 Diagnosa penyakit

Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis, patologi anatomi, pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan serologis antara lain dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan agar gel presipitasi (AGP) serta pemeriksaan isolasi dan identifikasi virus (Fenner et al., 1995).

2.1.5 Diagnosa banding

Penyakit ND mirip dengan beberapa penyakit yang menyerang gangguan pernapasan seperti: Avian Influenza (AI), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngotracheitis (ILT), Chronic Respiratory Disease (CRD), dan kolera unggas. Penyakit lainnya yang dikelirukan karena gejala syaraf yang muncul adalah Avian Encepgalomyelitis (AE) dan ensepalitis karena jamur dan defisiensi vitamin E (ensefalomalasia) (Tabbu, 2000).


2.2 UJI HA/HI TERHADAP VIRUS ND

Virus ND memiliki sifat yang dapat mengaglutinasi eritrosit ayam, marmot dan eritrosit manusia tipe O. Hemaglutinasi terjadi karena virus ND mempunyai suatu protein yang terdapat pada selubung virus yang disebut hemaglutinin. Mekanisme terbentuknya hemaglutinasi disebabkan oleh terjadinya ikatan antara hemaglutinin virus ND dengan reseptor sel, yaitu suatu mukoprotein yang terdapat pada permukaan eritrosit (Fenner et al., 1993). Hemaglutinasi dapat terlepas oleh aktivitas neuroamidase yang terdapat pada spike HN virus ND. D isamping itu, serum antibodi spesifik terhadap virus ND dapat menghambat reaksi hemaglutinasi. Sifat tersebut dipakai dalam keperluan titrasi antibodi virus ND dalam serum unggas yang diperiksa. Dengan demikian hambatan hemaglutinasi (HI) dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi virus ND (Senne, 1989).

Adanya antibodi pada individu bisa diperoleh dari pemaparan oleh infeksi di alam atau vaksinasi dengan agen spesifik serta dapat dihasilkan dari antibodi yang dibuat sebelumnya (imunitas pasif). Perolehan imunitas aktif tergantung pada peran serta jaringan sel-sel hospes sesudah bertemu dengan imunogen sehingga menyebabkan sintesis antibodi. Jenis imunitas ini hanya timbuk selang beberapa waktu akibat pemaparan terhadap imunogen, jangka waktu imunitas aktif dapat bertahan lama dan dalam beberapa kasus dapat sampai beberapa bulan atau beberapa tahun (Bellanti, 1993).

Antibodi ND dapat bertahan sampai satu bulan atau satu tahun pada individu yang sembuh dari infeksi virus ND yang dapat diukur dengan serum melalui uji HI (Tabbu, 2000).


BAB III

KASUS DAN DIAGNOSTIK LABORATORIUM


3.1 Keadaan Umum Hewan

3.1.1 Signalement

·      Jenis Hewan                  : Ayam

·      Bangsa atau Ras            : Buras

·      Jenis Kelamin                : Jantan

·      Umur                             : 6 bulan

·      Warna                            : Putih keabuan

·      Nama Pemilik                : Bapak Samuel

·      Alamat Pemilik              : Kelapa lima

3.1.2 Anamnesa dan Gejala Klinis

Berdasarkan wawancara dengan pemilik diketahui ayam yang dipelihara sebanyak 28 ekor dengan sistem manajemen semi intensif. Ayam dikandangkan hanya pada masih muda sementara yang lainnya tidak dikandangkan. Ayam dipelihara hanya sekedar untuk hobby dan bukan untuk konsumsi pasar.


Gambar 1. Gejala klinis yang nampak pada ayam

Berdasarkan data dari pemiliki terdapat 3 ayam yang menunjukkan gejala ngorok, keluarnya leleran serous dari hidung, nafsu makan yang menurun, diare pial pucat dan lesu (Gambar 1). Ketiga ayam tersebut tidak dipisahkan dengan kawanan lainnya, namun diberikan pengobatan menggunakan antibiotik. Ayam yang dipelihara belum pernah dilakukan vaksinasi.

Selain dilakukan wawancara, dilakukan pengukuran suhu ayam dan hasilnya 42,5oC yang menunjukkan abnormalitas dari suhu normal ayam yang berkisar antara 39.9-41oC.

3.1 Koleksi Sampel

3.1.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam koleksi sampel darah yaitu spuit 1 ml, tabung darah tanpa EDTA, sarung tangan, masker dan kapas alkohol.

3.1.2 Metode Pengambilan Sampel

  • Ayam teramati menunjukkan gejala Newcastle Disease (ND) darahnya diambil untuk dilakukan pengujian.
  • Darah diambil menggunakan spuit 3 ml di bawah tendon pronator muskulus (vena brachialis).
  • Darah yang diambil kemudian dimasukkan ke tabung tanpa EDTA
  • Serum akan keluar dengan sendirinya (30-60 menit) lalu dipisahkan dan disimpan ke dalam eppendorf dan disimpan dalam cool box. 
  • Selanjutnya di bawah ke Laboratorium UPT Veteriner untuk dilakukan pengujian HA/HI.
3.2 Pengujian HA/HI

3.2.1 Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah mikrotube, mikropipet, mikroplate, tabung reaksi, pipet pasteur, rak mikrotube, centrifuge, Hematology analyzer, kapas alcohol, sampel darah (serum), Phosphate Buffered Saline (PBS), antigen ND (PUSVETMA), RBC 1%.

3.2.2 Pembuatan RBC 1%

  • Larutan antikoagulan alsever’s diambil dan ditambahkan darah ayam normal (bebas ND) dengan volume yang sama (1:1)
  • Darah tersebut kemudian dicuci dengan PBS (Phosphate Buffered Saline) dengan cara menambahkan PBS tersebut ke dalam tabung hingga hampir penuh, kemudian kocok perlahan dengan pipet Pasteur.
  • Darah disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
  • PBS dengan lapisan leukositnya (lapisan berwarna kelabu di atas permukaan RBC) dibuang dengan cara menghisapnya menggunakan pipet Pasteur.
  • Ulangi sebanyak 3 kali sehingga didapat stok RBC murni.
  • Ukur PCV RBC murni dengan menggunakan hematology analyser
  • Untuk membuat RBC 1% digunakan rumus:
    • C1 x V1 = C2 x V2
    • Keterangan :
      • C1 = konsentrasi PCV yang diketahui
      • V1 = volume sel yang dihitung
      • C2 = konsentrasi sel yang digunakan
      • V2 = volume sel yang diperlukan
  • Diketahui PCV yang diukur 35%, konsentrasi sel 1% dan volume sel yang diperlukan dalam uji 35 ml, maka volume sel 1% yang diperlukan dihitung sebagai berikut:
                        C1 x V1 = C2 x V2
                         35 x V1 = 1 x 35
                                 V1 = 1 x 35/35
                                       = 1
           Jadi, 1 ml dari stok sel RBC diencerkan dengan 34 ml PBS (= 35 ml sel 1%).

3.1.1 Pengujian HA (titrasi antigen)

  • Siapkan Mikroplate bentuk “V” (8 x 12 lubang).
  • Masukkan PBS 0,025 ml ke semua lubang (baris A).
  • Ambil antigen ND (PUSVETMA) 0,025 ml masukan ke kolom 1.
  • Titrasi antigen tersebut dengan cara mengocok 5-10x dari lubang kolom 1-11, dari kolom 11 buang sebanyak 0,025 ml.
  • Masukkan PBS 0,025 ml ke semua lubang dari kolom 1-12.
  • Masukkan RBC 1% sebanyak 0,025 ml ke semua lubang.
  • Tapping atau kocok mikroplate tersebut selama 10 detik.
  • Kemudian inkubasi selama 40 menit pada suhu ruang, sampai kontrol RBC pada kolom 12 mengendap sempurna.
  • Pengujian HA positif apabila terdapat aglutinasi yang berupa butiran seperti pasir pada dasar plat dan hasil negatif terlihat apabila terdapat aliran sel darah merah atau membentuk tear drop.

3.1.2 Penentuan 4 HA unit

  • Lubang yang menampakan aglutinasi RBC dianggap positif HA. Untuk memudahkan pembacaan, miringkan mikroplate tersebut kira-kira 45o. Pengenceran tertinggi tanpa leleran RBC adalah 1 HA unit.
  • Kemudian hitung lubang positif tersebut dimulai dari enceran yang paling pekat (lubang 1). Aglutinasi terakhir terjadi pada lubang 10, maka HA unit antigen adalah 210 = 1024.
  • Untuk mencari 4 HA unit yang akan digunakan dalam tes HI yaitu dengan cara membaginya dengan angka 4. Maka 4 HA unit = 256 (artinya 1 bagian antigen dalam 255 bagian PBS).

3.1.3 Back titrasi

  • Siapkan Mikroplate “V” dan isi lubang A1-5 dan B1-5 dengan PBS.
  • Kocok antigen yang telah dibuat menjadi 4 HA unit, kemudian isi pada lubang A1, A2, dan B1, B2. Masing-masing sebanyak 0,025 ml.
  • Titrasi antigen tersebut mulai dari lubang A2 dan B2 sampai pada lubang ke 4. Lakukan titrasi seperti pada tes HA. Lubang ke-5 dipakai sebagai kontrol negatif sekalian kontol RBC.
  • Tambahkan 0,025 ml PBS lubang kolom 2-5.
  • Tambahkan 0,025 ml RBC 1% ke lubang 2-5, lalu ditapping
  • Inkubasi pada suhu ruang 40 menit dan baca bila RBC pada lubang kontrol negatif telah mengendap sempurna.
  • Antigen benar-benar dikatakan 4 HA unit apabila terjadi aglutinasi terakhir terjadi pada lubang 3 atau 22 (=4). 21 dihitung dari lubang ke-2.

3.1.4 Pengujian HI

  • Siapkan Mikroplate bentuk “V” dan isi semua lubang dengan PBS masing-masing sebanyak 0,025 ml.
  • Ambil serum dengan multichannel pipette, tempatkan pada kolom lubang 1 (baris A-H).
  • Titrasi serum dari lubang kolom 1-11, lalu buang. Lubang kolom 12 sebagai kontrol negatif.
  • Tambahkan antigen 4 HA sebanyak 0,025 ml ke semua lubang kolom 1-11. Kolom 12 tambahkan PBS sebanyak 0,025 ml.
  • Tapping dan inkubasi suhu ruang selama 40 menit.
  • Tambahkan RBC 1 % sebanyak 0,025 ml ke semua lubang.
  • Tapping dan diinkubasi pada suhu ruang selama 40 menit. Kemudian baca hasilnya bila RBC pada lubang kontrol negatif telah mengendap sempurna.
  • Pengujian HI positif terlihat apabila terdapat terdapat aliran sel darah merah atau membentuk tear drop dan hasil negatif terlihat apabila aglutinasi yang berupa butiran seperti pasir pada plat.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan uji HA/HI diketahui bahwa hasilnya negatif dengan titer 20 dan dinyatakan seronegatif.

1.2 Pembahasan

Virus ND memiliki sifat yang dapat mengaglutinasi eritrosit ayam, marmot dan eritrosit manusia tipe O. Hemaglutinasi terjadi karena virus ND mempunyai sauatu protein yang terdapat pada selubung virus yang disebut hemaglutinin. Mekanisme terbentuknya hemaglutinasi disebabkan oleh terjadinya ikatan antara hemaglutinin virus ND dengan reseptor sel, yaitu suatu mukoprotein yang terdapat pada permukaan eritrosit (Fenner et al., 1993). Hemaglutinasi dapat terlepas oleh aktivitas neuroamidase yang terdapat pada spike HN virus ND. Di samping itu, serum antibodi spesifik terhadap virus ND dapat menghambat reaksi hemaglutinasi. Sifat tersebut dipakai dalam keperluan titrasi antibodi virus ND dalam serum unggas yang diperiksa. Dengan demikian hambatan hemaglutinasi (HI) dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi virus ND (Senne, 1989).

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan didapati hasil negatif dengan titernya 20 yang menunjukkan tidak adanya antibodi pada ayam buras (seronegatif). Menurut OIE (2012), Pengujian HI positif terlihat apabila terdapat aliran sel darah merah atau membentuk tear drop, dan hasil negatif terlihat apabila aglutinasi yang berupa butiran seperti pasir pada plat.Kriteria hasil pemeriksaan yang digunakan yaitu serum yang diperiksa dinyatakan positif bila hasil uji HI menunjukan titer antibodi ≥ 24.

Sampel serum ayam yang bereaksi negatif pada uji HI menunjukkan bahwa dalam tubuh ayam tersebut tidak ditemukan adanya antibodi terhadap virus ND.Hal ini dapat terjadi akibat ayam belum pernah terinfeksi virus ND sehingga tidak ditemukan antibodi, atau dapat juga terjadi karena antibodi belum terbentuk atau sedikit yang baru terbentuk akibat infeksi virus ND. Kemungkinan yang lainnya adalah bahwa ayam pernah terinfeksi oleh virus ND, namun kejadiannya sudah lama sekali sehingga antibodi dalam tubuhnya sudah menurun atau tinggal sedikit sehingga tidak mampu memberikan reaksi positif pada uji HI (Andrews dan Pareira, 1972).

Pada kasus ini, penentuan sampel yang digunakan dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang muncul yang mengarah ke penyakit ND. Dalam kasus ini gejala yang terlihat ngorok, keluarnya leleran serous dari hidung, nafsu makan yang menurun, pial pucat, diare dan lesu, namun ketika dikonfirmasi dengan uji lab HA/HI menunjukkan reaksi negatif terhadap ND. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa penyakit dengan gejala klinis yang mirip dengan gejala klinis ND. Menurut Tabbu (2000), penyakit ND mirip dengan beberapa penyakit yang menyerang gangguan pernapasan seperti: Avian Influenza (AI), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngotracheitis(ILT), Chronic Respiratory Disease (CRD), dan kolera unggas. Penyakit lainnya yang dikelirukan karena gejala syaraf yang muncul adalah Avian Encephalomyelitis (AE) dan ensepalitis karena jamur dan defisiensi vitamin E (ensefalomalasia) (Tabbu, 2000).

Kolera unggas (fowl cholera) adalah penyakit bakterial menular pada unggas dan tersebar luas di dunia yang disebabkan oleh Pasteurella multocida (P. multocida). Gejala klinis hewan yang terinfeksi kolera unggas yaitu terlihat lemas, lesu, anoreksia, diare kehijauan, cairan dari mata dan hidung serta pada infeksi kronis muka, jengger, dan pial mengalami kebengkakan (Zainuddin, 2014). Selain kolera unggas penyakit lainnya yang dikelirukan dengan ND adalah ILT yang disebabkan oleh herpes virus dengan gejala pernapasan yang lebih terlihat, eksudat mukopurulen dan konjungtivitis. Infeksi lainnya adalah infectious bronchitis dengan gejala pernapasan dan keluarnya transudate dari hidung dan CRD dengan gejala pernapasan, hidung berlendir dan berair dan pembengkakan sinus dan kepala. Berdasarkan pemaparan diagnose banding tersebut terdapat kemiripan dengan gejala yang muncul yaitu ngorok (gangguan pernapasan), keluarnya leleran serous dari hidung, nafsu makan yang menurun, pial pucat, diare dan lesu dengan penyakit kolera unggas, namun untuk mengkonfirmasi diagnose ini perlu dilakukan uji lab melalui kultur bakteri untuk mengkonfirmasinya.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada studi kasus penyakit ND ayam yang digunakan menunjukkan tampakan klinis yang mirip dengan gejala ND seperti ngorok (gangguan pernapasan), keluarnya leleran serous dari hidung, nafsu makan yang menurun, pial pucat, diare dan lesu. Akan tetapi, ketika dikonfirmasi dengan uji HI yang dilakukan menunjukkan hasil negatif terhadap virus ND atau tidak adanya titer antibodi yang terdeteksi terhadap virus ND. Munculnya gejala dan hasil negatif terhadap uji HI menunjukkan bahwa ayam kemungkinan terinfeksi penyakit lainnya dengan gejala yang mirip dengan ND, seperti pada gejala kolera unggas.

DAFTAR PUSTAKA


Andrewes SC dan Pareira HG. 1972. Viruses of Vertebrates. USA: Williams and Willkins Company.

Bellanti JA. 1993. Imunologi III. Edisi Bahasa Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Fenner FJ, Gibs FA, Murphy R, Rott MJ, Studdert DO, White. 1995. Virology Veteriner edisi II. San Diego: Academic Press Inc.

OIE. 2002. Newcastle Disease. www.oie.int

OIE. 2012. Newcastle Disease. www.oie.int

Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner Edisi Kedua. Bali: Percetakan Bali.

Rupiper DJ, Boynton SE. 1998. Paramyxovirus. East Pataluma Hospital.

Senne DA. 1989. Virus Propagation in Embryonating Eggs. USA: Kendal Publishing Company.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Kanisius. Yogyakarta.

Tarmudji.2005. Penyakit Pernafasan pada Ayam, Ditinjau Dari Aspek Klinik dan Patologik Serta Kejadiannya di Indonesia.Wartazoa.Vol. 15.No. 2. Hal: 72-83.

Zainuddin. 2014. Studi Kasus Kolera Unggas Ayam Broiler pada Usaha Ternak Masyarakat di Banda Aceh Secara Patologi. Jurnal Medika Veterinaria. Vol. 8.No. 1. Hal: 56-59.

 

 

 

 

 

 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Laporan Studi Kasus Mandiri Koasistensi Virologi Newcastle Disease (ND)"

Posting Komentar