Laporan Identifikasi Jenis Ektoparasit dan Parasit Darah pada Ayam dan Anjing
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan
sejatinya makhluk hidup yang interaksinya dekat dengan lingkungan manusia. Dewasa
ini, banyak orang memelihara hewan dengan berbagai tujuan seperti untuk
kegemaran, diternakkan, serta sebagai hewan kesayangan (anjing dan kucing). Akan
tetapi, hewan-hewan tersebut sangat rentan terhadap penyakit yang salah satunya
disebabkan oleh parasit. Infeksi parasit ini menyebabkan menurunnya aktivitas
dan produktivitas hewan sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pemiliknya.
Parasit
adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain sebagai inang
tumpangannya. Berdasarkan tempat menumpangnya, parasit dibedakan menjadi
ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian
luar atau pada permukaan tubuh inangnya. Sedangkan endoparasit adalah parasit
yang hidup di dalam tubuh inangnya. Adanya ektoparasit seperti lalat, nyamuk
dan caplak merupakan vektor bagi beberapa penyakit penting. Caplak dapat
mentransmisikan babesiosis pada hewan
yang memiliki caplak. Berbagai jenis penyakit lainnya dan agen endoparasit
lainnya dapat ditularkan bila terdapat vektor ektoparasit.
Untuk mengidentifikasi adanya infeksi endoparasit perlu dilaksanakan pemeriksaan penunjang. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melihat agen infeksi parasit darah adalah dengan pemeriksaan apus darah dengan pewarnaan giemsa.
1.2 Tujuan
- Mengidentifikasi jenis ektoparasit (lalat, nyamuk, caplak dan tungau) serta morofologi, habitat dan kerugian yang ditimbulkan
- Mengidentifikasi parassit darah pada ayam dan anjing
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan koasistensi ini dilakukan di laboratorium
FKH Undana pada tanggal 30 September – 3 Oktober 2019.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
- Loop
- Pipet
- Mikroskop stereo dan cahaya
- Object glass
- Cover glass
- Cool box
- Staining jar
- Rak pewarnaan
- Stopwatch
2.1.1 Bahan
- Preparat nyamuk, lalat, caplak dan tungau
- Tabung darah EDTA
- Syringe
- Sampel darah ayam
- Sampel darah anjing
- Methanol
- Pewarna giemsa
- Minyak imersi
2.2 Metodologi
2.2.1 Identifikasi Ektoparasit
Identifikasi
ektoparasit (lalat, nyamuk, caplak dan tungau) dilakukan dengan mengamati
langsung preparat dengan bantuan loop, mikroskop stereo dan cahaya dan menggunakan
kunci identifikasi.
2.2.2 Identifikasi Endoparasit
1) Pengambilan sampel darah
Pengambilan sampel darah pada ayam dilakukan melalui vena pectoralis. Pembuluh darah ini terletak pada sisi dalam sayap ayam. Pengambilan darah dilakukan dengan membersihkan daerah yang akan diambil darahnya menggunakan kapas beralkohol. Selanjutnya, darah diambil dengan cara menusukkan jarum di vena pectoralis darah yang diambil sesuai kebutuhan dan di masukkan ke tabung EDTA untuk disimpan didalam coolbox.
Pengambilan sampel darah pada anjing dilakukan dengan membersihkan daerah yang diambil dengan alkohol dan kapas, menggunting bulu atau mencukur bulu pada daerah pengambilan sampel. Setelah itu menusukkan syringe 3 ml ke v. cephalica antibrachii anterior dan diambil secukupnya. Selanjutnya darah dipindahkan ke tabung EDTA dan dimasukkan dalam coolbox.
2) Pembuatan preparat ulas darah
- Sampel darah yang telah dihomogenkan diteteskan pada object glass yang telah dibersihkan.
- Meletakan object glass pendorong diatas tetesan darah, Buat sudut 450 antara object glass yang berisi tetesan darah dan object glass pendorong.
- Object glass pendorong kearah depan dengan tetap mempertahankan sudut 450 sampai terbentuk apusan darah tipis
- Apusan darah tersebut diangin-anginkan dan pastikan kering sebelum preparat apus diwarnai.
- Setelah itu dilakukan pelabelan
3) Metode
pewarnaan giemsa
- Meletakan Objek gelas yang berisi ulasan darah yang sudah mengering diatas rak objek gelas.
- Mencelupkan apusan darah tipis ke dalam larutan methanol salama 10 menit dan biarkan mengering.
- Mencelupkan apusan darah tipis kedalam larutan giemsa 10% (sampai semua apusan tergenangi) dan di biarkan selama kurang lebih 20 menit.
- Melakukan pembilasan pada preparat dan kemudian dikeringkan di udara.
- Setelah kering preparat disimpan pada kotak preparat untuk dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop.
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1 IDENTIFIKASI EKTOPARASIT
3.1.1 Lalat
Lalat merupakan jenis insekta yang bertindak sebagai vektor penyakit pada hewan, artinya lalat bersifat membawa atau memindahkan penyakit dari satu tempat ketempat lain. Lalat merupakan ektoparasit yang berperan sebagai penganggu dan menimbulkan kerugian bagi peternak Menurut Khoobdel et al (2013) lalat memiliki kemampuan mentrasmisikan beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi atau mengetahui morfologi dari lalat sebagai vektor penyakit pada hewan. Berdasarkan hasil identifikasi pada jenis-jenis lalat yaitu:
a. Chrysomya sp.
Chrysomya sp.atau
lalat hijau merupakan jenis lalat yang dapat ditemukan pada daun, kayu dan
pagar.Lalat Chrysomya sp. berperan
sebagai vektor penyakit myasis yang sangat merugikan.
Chrysomya sp.
memiliki ciri morfologi yaitu, pada bagian kepala Chrysomya sp. memiliki palpus berwarna hitam, mata berwarna
cokelat, memiliki permukaan wajah, mulut
yang berwarna orange, dan thoraks
berwarna hijau metalik. Pada bagian presutural dan posutural terdapat dua
pasang bulu. Sayap anterior Chrysomya sp.
berwarna trasparan, terdapat kaliptar atas dan bawah yang terang, tidak
terdapat bulu pada bagian atas vena, memiliki basicosta, lalat jantan memiliki
surstylus yang kecil dan kuat.
Adapun klasifikasi lalat Chrysomya sp. sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Calliphoidae
Genus : Chrysomya
Spesies : Chrysomya sp. (Soulsby, 1982)
b. Musca sp.
Musca sp. dikenal
sebagai lalat rumah yang dapat ditemukan pada rumah, kandang dan tempat sampah.Spesies
yang paling dikenali adalah Musca
domestica yang berperan penting sebagai vektor penyakit. Beberapa penyakit
yang dapat ditransmisikan oleh lalat ini adalah mastitis, salmonellosis, disentri dan enteritis. Lalat ini juga sebagai
vektor bakteri Corynabacteriun pyogenes.
Musca sp.
memiliki karakteristik morfologi yaitu, pada daerah kepala terdapat mata yang
berwarna kecoklatan, dan memiliki probosis dengan ujung yang melebar. Pada
daerah toraks terdapat empat garis belang. Bagian abdomen berwarna abu-abu
sampai kuning dengan garis tengah yang berwarna hitam. Bagian sayap transparan
dan memiliki vena.
Adapun klasifikasi lalat Chrysomya sp. sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insekta
Ordo :
Diptera
Family :
Muscidae
Genus : Musca
Spesies : Musca sp. (Soulsby, 1982)
c. Hippobosca sp.
Hippobosca
sp.
atau yang lebih dikenal dengan lalat sumba dapat ditemukan di kandang hewan yaitu
pada sudut-sudut tiang besi peyangga kandang dan pelepah pohon. Lalat ini
sebagai ektoparasit pada kuda dan sapi yang terdapat di wilayah timur Indonesia
yang bersuhu tinggi dan kelembaban rendah. Lalat Hippobosca sp. meletakkan pupanya pada celah-celah kayu, ketiak
tanaman, dan celah kandang. Lalat ini tinggal di permukaan tubuh inangnya dalam waktu yang lama dan
mengisap darah hewan seperti kuda dan sapi serta menjadi vector tripanosomiasis
(Soulsby 1982).
Karakteristik morfologi
lalat Hippobosca sp. adalah memiliki mata
yang berwarna coklat kehitaman, memiliki palpi dan probosis, tubuhnya melebar dan berbentuk pipih dorsoventral. Toraks
memiliki bercak kuning kecoklatan hingga hitam, terdapat sepasang sayap dan
tiga pasang kaki, serta bagian toraks terdiri atas tiga bagian yaitu
prosternum, mesoternum, metasternum. Sayap lalat Hippobosca sp. transparan dan memiliki lebaryang melebihi abdomen. Bagian
abdomen berwarna coklat kehitaman dan ditutupi oleh rambut.
Adapun klasifikasi lalat Chrysomya sp. sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insekta
Ordo :
Diptera
Family : Hippoboscidae
Genus : Hippobosca
Spesies : Hippobosca sp. (Soulsby, 1982)
d. Stomoxys sp.
Stomoxys sp.
atau lalat kandang merupakan lalat yang dapat ditemukan pada kandang hewan.
Ciri morfologilalat Stomoxys (lalat kandang) yaitu warnanya lebih gelap, memiliki
4 garis hitam longitudinal pada toraks dan bercak-bercak hitam pada abdomen,memiliki
arista rambut pada bagian dorsal, dan memiliki sayap yang transparan. Lalat ini
berperan dalam penularan vektor penyakit surra dan antraks pada ternak (Mullen
dan Durden, 2002).
Adapun klasifikasinya sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insekta
Ordo :
Diptera
Family : Muscidae
Genus : Stomoxys
Spesies : Stomoxys sp. (Soulsby, 1982)
3.1.2 Nyamuk
Berdasarkan hasil
identifikasi yang telah dilakukan terdapat nyamuk jenis culex.Culexdapat
ditemukan pada air yang kotor seperti genangan air, limbah pembuangan mandi,
got (selokan) dan sungai yang penuh sampah dan air jernih. Culex sp. berperan sebagai vektor penyakit penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese
enchepalitis, dan St. Louis encephalitis.
Adapun klasifikasinya sebagai berikut
Kingdom :
Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.(Soulsby, 1982)
Nyamuk Culex
sp. memiliki ciri yaitu pada nyamuk jantan memiliki palpa yang lebih
panjang dari probosis dengan antena tipe plumose. Sedangkan, nyamuk betina
memiliki palpa yang pendek dari probosis dengan antena tipe pilose, scutollum
berlobus tiga (dari dorsal) dan bagian abdomen berwarna cokelat muda atau
cokelat keabua-abuan tanpa tanda khas (Soulsby, 1982).
3.1.3 Caplak
Berdasarkan hasil
identifikasi yang telah dilakukan terdapat caplak Rhipicephlaus sanguineus yang diidentifikasi dengan kunci
identifikasi menurut Dubie et al
(2017)).
Klasifikasi caplak Rhipicephalus sanguineus menurut Torres (2006) yaitu,
Kingdom :
Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Parasitiformes
Sub ordo : Metastigmata
Famili : Ixodidae
Genus : Rhiphicephalus
Spesies : Rhiphicephalus sanguineus
Ciri morfologi caplak
ini memiliki kapitulum yang terdapat di ujung anterior tubuh yang terdiri dari
basis kapituli, palpus yang bersegmen, kelisera dan hipostoma (Gambar 1). Kelisera
terletak di dorsal kapitulum dan digunakan untuk melubangi jaringan inang
sewaktu perlekatan. Hipostoma terdapat di tengah-tengah kapitulum. Caplak Rhiphicephalus sanguineus memiliki palpus
dan hipostoma lebih pendek dan lebih proporsional panjangnya ke pangkal
kapitulum.Basis kapituli berbentuk segienam (hexagonal). Skutum
berwarna coklat gelap, dimana caplak jantan memiliki skutum lebih besar
dibandingkan caplak betina.
Gambar 1. Morofologi Rh. sanguineus tampak dorsal(A) dan tampak ventral(B)
3.1.1 Tungau
- Sarcoptes sp.
Klasifikasi Sarcoptes sp.menurut Soulsby (1982) yaitu,
Family : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies : Sarcoptes sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Trombidioformes
Family : Demodicidae
Genus : Demodex
Spesies : Demodex sp.
a) Sarcoptes sp. memiliki ciri (Gambar 2) sebagai berikut:
- Dua pasang kaki depan terdiri atas lima ruas, sedangkan dua pasang kaki belakang terdiri atas empat ruas
- Pada betina ruas terakhir dari dua pasang kaki terdepan berakhir dengan batil pengisap bertangkai (ambulakrum) dan dua pasang kaki yang belakang berakhir dengan rambut yang panjang
- Pada jantan hanya pasangan kaki yang ketiga yang berakhir dengan rambut, pasangan kaki lainnya berakhir dengan ambulakrum
- Epimere dua pasang kaki belakang bersatu
- Di atas perut, diantara dua pasang kaki ketiga dan keempat, terdapat epiandrum diantaranya terdapat lubang kelamin.
- Memiliki bentuk seperti buah Lombok
- Langsing
- Memiliki 4 pasang kaki
a) Sarcoptes sp. = Tempat predileksi stratum korneum kulit
3.1 IDENTIFIKASI PARASIT DARAH
3.1.1 Anjing
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada sampel anjing yang telah dilakukan ditemukan hasil positif babesiosis pada anjing yang telah diperiksa. Hasil positif ditunjukkan dengan ditemukannya parasit Babesia sp.pada ulasan darah yang dibuat (Gambar 3).
Gambar 3. Hasil pemeriksaan sampel darah positif Babesia sp.
Babesiosis merupakan
infeksi penyakit oleh parasit darah Babesia
sp. dan sangat umum terjadi pada anjing dan kucing (Cahuvin et al., 2009). Babesiosis atau
piroplasmosis merupakan penyakit zoonosis. Babesiosis pada anjing disebabkan
oleh Babesia canis yang ditularkan
melalui gigitan caplak (Tick-borne
disease) Rhiphicephalus sanguineus
sebagai vektor utama (Lubis, 2006). Hal ini sesuai dengan pengamatan klinis
yang telah dilakukan yaitu terdapat infeksi caplak pada anjing.
Infeksi Babesiasp. dimulai saat inang digigit
oleh caplak yang dalam kelenjar salivanya mengandung sporozoit Babesia sp. Sporozoit yang masuk ke
tubuh inang masuk dalam siklus pre-eritrositik, masuk aliran limfe dan
membentuk tropozoit dan dalam 3-4 hari membentuk skizont (badan berinti banyak)
yang mengandung merozoit. Skizont kemudian pecah dan mengeluarkan merozoit ke
dalam aliran darah melalui proses endositosis. Proses tersebut dimulai dengan
tahapan penempelan pada membrane eritrosit, kemudian terjadi invaginasi
eritrosit mengelilingi merozoit sehingga membentuk parasitophorus vacuole dan membrane eritrosit menutup setelah
proses invasi selesai. Tahapan selanjutnya yaitu, membran luar (vakuola
parasitophorus) terlepas sehingga parasit berkontak langsung dengan sitoplasma
eritrosit. Merozoit dalam eritrosit kemudian menjadi tropozoit dan bila matang
dapat menjadi skizont yang kemudian pecah dan melepaskan merozoit lain yang
dapat menginfeksi eritrosit lainnya (Igarashi et al., 1988). Tahapan tersebut menyebabkan kerusakan sel darah
merah (eritrosit) pada hewan terinfeksi.Oleh karena itu, daya hidup eritrosit
normal pada anjing yang awalnya adalah 100 hari mengalamai pemendekan umur
eritrosit sampai kurang dari setengahnya (Astyawati et al., 2010) akibat adanya infeksi Babesia sp.
Infeksi Babesiasp. yang masuk dalam aliran darah
menyebabkan kondisi parasitemia.Parasitemia yang terjadi mampu memunculkan
gejala klinis berupa demam, membrane mukosa menjadi pucat, pembesaran limpa dan
hati, takikardia serta terdapat darah dalam urin.
3.1.1 Ayam
Unggas
merupakan ternak yang memiliki manfaat yang baik untuk menghasilkan daging,
telur dan bulu. Oleh karena itu, diperlukan adanya manajemen yang baik dalam
pemeliharaan unggas agar tidak mudah terserang penyakit. Contoh penyakit yang
sering menyerang unggas yaitu malaria atau plasmodiosis yang disebabkan oleh Plasmodium sp., dan penyakit avian malaria like diseaseyang disebabkan
oleh leucocytozoon sp. Menurut Tabbu
(2000), malaria unggas disebabkan oleh protozoa yang bersifat parasit yang
dapat menginfeksi eritrosit berbagai jenis unggas. Malaria unggas dapat
ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk.Penyebaran vektor malaria unggas atau
plasmodiosis yaitu Culex sp., sedangkan
leucocytozosis ditularkan melalui
gigitan lalat simulium atau cullicoidessp. Untuk melihat adanya
parasit darah pada unggas dapat dilakukan dengan ulas darah. Ulas darah
merupakan metode yang mengidentifikasi parasit darah dengan bantuan pewarnaan
khusus seperti giemsa.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan dengan menggunakan metode ulas darah ditemukkan adanya plasmodium sp. dan leucocytozoon sp. pada darah ayam buras (Gambar 4). Infeksi plasmodium sp. dan leucocytozoonsp. menimbulkan kerugian ekonomi. Ayam yang terinfeksi
dapat kehilangan bobot badan, penurunan produksi, dan kematian. Infeksi Plasmodium
sp.pada unggas dapat menyebabkan beberapa gejala klinis yaitu anemia,
anoreksia, demam, menggigil, gemetar, terganggunya termoregulator, jaundice,
tekanan darah rendah, hepatosplenomegali, gangguan pernafasan (Abdalla dan
Pasvol 2004), serta gangguan syaraf akibat cerebral malaria (Muller 2010).
Anemia pada infeksi Plasmodium sp.dapat terjadi karena lisisnya
eritrosit akibat perkembangan Plasmodium sp.di eritrosit, sedangkan jaundice
terjadi karena lisisnya sel hati akibat perkembangan skizon di hati
(Abdalla dan Pasvol 2004).
Gejala
klinis dari infeksi Leucocytozoon hampir sama dengan infeksi Plasmodium.
Infeksi Leucocytozoon dapat menyebabkan anemia, anoreksia,
haemoglobinuria, diare berwarna hijau, hepatosplenomegali, terganggunya
termoregulator, leukocytosis, pneumonia, anoreksia, pendarahan pada organ
interna, kerusakan hati, dyspnoea dan bronkhitis (Muller 2010).
Pengendalian
kasus penyakit parasit darah pada unggas dapat dilakukan dengan mengendalikan
vektor, Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan, menghilangkan unggas carrier
sebagai sumber infeksi parasit darah pada unggas, dan memberikan pengobatan
terhadap unggas yang terinfeksi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- Di Kupang dapat ditemukan jenis ektoparasit lalat, nyamuk, caplak dan tungau. Jenis lalat yang diidentifikasi yaitu Chrisomya sp., Stomoxys sp., Musca sp., Hippobosca sp. Sedangkan nyamuk yang berhasil diidentifikasi adalah nyamuk jenis culex. Caplak adalah jenis Rh. Sanguineus dan tungau adalah Sarcoptes sp. dan Demodex sp.
- Parasit darah yang berhasil diidentifikasi adalah Babesia sp. pada anjing serta Plasmodium sp. dan Leucocytozoon sp. pada ayam buras.
4.2 Saran
Perlu dilakukan pengendalian dan tindakan pencegahan untuk memutuskan mata rantai penyebaran dari vektor (lalat, nyamuk, dan caplak) dan pencegahan penyakit serius pada hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla
SH, Pasvol G. 2004.Malaria A Hematological Perspective.London (GB) :
Imperial College Press
Astyawati
T, Retno W, Cahyono, Ferry A, Ari R, Dhetty. 2010. Konsentrasi Serum Anjing
yang Optimum untuk Menumbuhkan dan Memelihara Babesia canis dalam Biakan. Jurnal Veteriner. 11: 238-243
Cahuvin
A, Moreau E, Bonnet S, Plantard O, Malandrin L. 2009. Babesia and its hosts:
adaptation to long-lasting interactions as a way to achieve efficient. Vet Res 40:37.
Dubie
T, Grantham R, Coburn L, Noden BH. 2017. Pictorial Key for Identification of
Immature Stages of Common Ixodid Ticks Found in Pastures in Oklahoma. Society of Southwestern Entomologists.
42 (1) :1-14.
Igarashi
I, Aikawa M, Kreier JP. 1988. Host Cell-Parasite Interaction in Babesiosis.
Dalam:Babesiosis of Domestic Animals and Man. Ristic M, editor. Florida:
CRC Press Inc. pp 53-69.
Lubis
FY. 2006. Babesiosis
(Piroplasmosis). Cermin Dunia Kedokteran 151: 27-29.
Manggung,
R. D. P. 2008. Pengaruh ekstrak daun mindi (Melia azedarach) dengan pelarut air
terhadap mortalitas larva caplak anjing (Rhipicephalus
sanguineus).Skripsi. FKH, IPB.
Muller
MG. 2010.Common avian parasites and emerging disease.Vet Parasitol. 1(1)
: 87-110.
Soulsby EJL.
1982. Helminths, Arthopods and Protozoa
of Domesticated Animals. Ed ke-7. The English Language Book Society,
Bailiere Tindall,London.
Tabbu
CR. 2000. Isunya Malaria Unggas, Faktanya Leucocytozoonosis. Infovet.
69:28-30.
Torres, D. F. 2006. Rhipicephalus sanguineus( Acari: Ixodidae), the brown dog tick,
parasitizing humans in Brazil. Revista da
Sociedade Brasileira de Medicina Tropical, 39(1): 64-67.
Torres, D. F. 2010. Biology and ecology of the
brown dog tick, Rhipicephalus sanguineus. Parasites
& vectors, 3(1), 26.
0 Response to "Laporan Identifikasi Jenis Ektoparasit dan Parasit Darah pada Ayam dan Anjing "
Posting Komentar